
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Survei terbaru mengungkap kenyataan pahit yang dialami para pensiunan pegawai swasta di Jabodetabek: mereka mengalami kekurangan biaya hidup bulanan hingga 80% dari total kebutuhan. Angka ini menjadi peringatan serius bahwa masa pensiun tidak seindah yang dibayangkan, apalagi bila tidak dipersiapkan sejak dini.
Survei bertajuk “Biaya Hidup Per Bulan Setelah Pensiun” ini dilakukan oleh Syarifudin Yunus, edukator Dana Pensiun DPLK SAM, terhadap 20 pensiunan pegawai swasta dengan gaji terakhir rata-rata Rp10 juta per bulan. Mereka sudah tidak memiliki tanggungan anak, namun tetap kesulitan mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari.
Berikut rincian kebutuhan biaya hidup pensiunan berdasarkan hasil survei:
- Makan: Rp2.700.000
- Belanja bulanan: Rp800.000
- Listrik & air: Rp600.000
- Internet: Rp200.000
- Gaya hidup: Rp300.000
- Asuransi kesehatan: Rp500.000
- Lain-lain: Rp500.000
Total: Rp5.600.000 per bulan
Namun kemampuan aktual para pensiunan hanya sekitar 20%–30%, atau sekitar Rp1,12 juta hingga Rp1,68 juta per bulan. Sisanya, mereka harus mencari cara untuk menutupi defisit yang besar itu, sekitar Rp3,92 juta hingga Rp4,48 juta per bulan.
“Selama ini tak ada data konkret soal berapa sebenarnya kebutuhan hidup pensiunan pegawai swasta. Maka survei ini saya lakukan untuk memberikan gambaran aktual, sekalipun skalanya masih kecil,” kata Syarifudin, yang juga menjabat sebagai Humas ADPI (Asosiasi Dana Pensiun Indonesia) dalam keterangannya pada media ini, Kamis (10/7/2025) malam.

Dalam dunia keuangan pensiun, dikenal istilah Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) atau replacement rate, persentase penghasilan saat pensiun dibandingkan dengan gaji terakhir.
1. TPP pensiunan swasta hasil survei: 20%–30%
2. TPP aktual nasional: 10%–15%
3. Rekomendasi ILO: minimal 40%
4. Rata-rata negara OECD: 60%
Dengan kondisi ini, lanjutnya, banyak pensiunan terpaksa mengandalkan uang pesangon atau berharap pada dukungan anak. Namun survei ini tidak menjelaskan dari mana para pensiunan menutup kekurangan biaya tersebut atau berapa lama dana pensiun yang mereka miliki bisa bertahan.

Hidup Tak Berhenti Saat Gaji Berhenti
Realitasnya, kebutuhan hidup tetap berjalan bahkan ketika penghasilan berhenti. Di masa pensiun, pengeluaran justru semakin kompleks, terutama terkait kesehatan dan kebutuhan harian. Jika tidak dipersiapkan, masa tua bisa berubah dari harapan indah menjadi masa penuh kecemasan.
“Karena itu, solusi terbaik adalah mulai menyiapkan dana pensiun secara sukarela sejak masih bekerja. Jangan hanya mengandalkan program wajib seperti JHT BPJS atau pesangon,” tegas Syarifudin.
Salah satu langkah cerdas yang disarankan adalah menjadi peserta DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), program pensiun mandiri yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kemampuan. Namun literasi finansial soal ini masih rendah, apalagi akses digital untuk membeli DPLK belum merata.
“Sudah saatnya ada kemudahan akses DPLK secara digital agar makin banyak pekerja swasta sadar pentingnya mempersiapkan pensiun,” kata Syarifudin.
Gaya hidup saat bekerja boleh saja menarik. Tapi, bagaimana gaya hidup Anda saat tidak lagi menerima gaji bulanan? Inilah saatnya semua pekerja swasta mulai bertanya:
“Apakah saya siap menghadapi masa pensiun? Apakah tabungan saya cukup untuk hidup layak di hari tua?”
Karena kenyataannya, pensiun bukan soal usia, tapi soal kesiapan. Dan jika tak ingin menjerit saat tak punya penghasilan lagi, persiapan harus dimulai hari ini, bukan nanti.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi