Friday, April 19, 2024
HomeGagasan"Belajarlah Sampai Ke Negeri China"

“Belajarlah Sampai Ke Negeri China”

 

“Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China,” masih merupakan untaian kalimat yang berlaku di saat-saat merebaknya virus corona di dunia.

Mengapa tidak? Di Indonesia, pesawat Hercules C-130 milik TNI Angkatan Udara telah pulang dari Bandar Udara Internasioal China mengangkut sedikitnya 9 ton peralatan medis bantuan dari berbagai pihak di China untuk mengatasi penyebaran virus Sars Cov-2 sebagai sumber wabah Covid-19 di Indonesia.

Juga di Irak, negara yang pernah saya kunjungi dua kali di tahun 1992 dan 2014. Dalam hal ini negara yang dikenal dengan istilah “Negara 1001 Malam” itu, pun tidak lolos dari indek virus corona. Beberapa hari yang lalu, tercatat 71 kasus dengan 7 orang meninggal, pada Selasa, 10 Maret 2020.

Baru-baru ini, negara di Timur Tengah tersebut menerima bantuan medis dari China untuk mengendalikan virus corona.

China dalam hal ini telah mengirim tim ahli ke Irak pada akhir pekan lalu dan menyumbang 20 juta dollar Amerika kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kontribusinya untuk mengendalikan pandemi Covid-19 ini.

Tim tersebut terdiri dari tujuh spesialis dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di China.

Mereka diperkirakan akan tinggal di Irak selama satu bulan untuk membantu proses pengujian dan perawatan pasien. Peranan dan sumbangsih China patut diacungi jempol. Malah di China sendiri, dimana di negara inilah pertama kali merebak wabah Covid-19, di bagian tertentu negaranya, tetapi berhasil mengatasinya. Ada beberapa kotanya sudah beraktivitas sebagaimana biasa.

Saya hingga sekarang masih mengatakan “China Hebat,” sebagaimana tulisan saya di Kompasiana, 6 Maret 2014.

Pada waktu itu, saya membaca Harian Kompas  edisi Kamis, 6 Maret 2014, halaman 11 tentang perkembangan China yang semakin pesat. Saya kemudian teringat ketika menghadiri Resepsi Ulang Tahun ke-10 Mitra Strategis ASEAN-China, Senin, 25 November 2013, di JW Marriott Hotel, Mega Kuningan, Jakarta. Memang benar China mampu menjadi pemrakarsa acara malam itu. Ramainya undangan yang hadir membuktikan bahwa China sekarang berusaha menjadi yang terdepan di Asia. Hampir seluruh perwakilan ASEAN (Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara) hadir. Pun para diplomat dari berbagai negara yang memiliki perwakilan di Jakarta.

Lebih dari itu, Lagu Kebangsaan China mengawali acara resepsi Ulang Tahun ke-10 Mitra Strategis dengan ASEAN. Saya berpikir mungkinkah suatu ketika Indonesia bisa menyamai kesetaraan China di Asia?

Kemudian setelah saya membaca sebahagian pidato kenegaraan Perdana Menteri China Li waktu itu, di hadapan sekitar 3.000 anggota Parlemen di ibu kota China, Beijing, Rabu, 5 Maret 2014 sebagaimana dilaporkan Kompas, saya pun terhenyak. Dikatakan target pertumbuhan ekonomi China akan diusahakan setinggi, 7,5 persen. Sebuah lompatan besar yang ingin mensetarakan diri dengan negara-negara maju. Boleh jadi negara-negara maju pun tidak mampu mencapai target setinggi itu. China akan menuju negara adidaya ekonomi kelas dunia.

Di bidang pertahanan, belanja militer China sekarang ini merupakan kedua tertinggi setelah Amerika Serikat (AS). Dikatakan, Pada saat Washington meningkatkan kehadiran militernya, sebagai bagian dari strategi keseimbangan di Asia, China membangun kapal selam baru, kapal permukaan, dan rudal balistik anti kapal. China juga menguji coba teknologi baru untuk menghancurkan rudal di udara. China juga telah melakukan uji terbang pertama jet tempur siluman pada 2011 dan menempatkan kapal induk di laut.

Dalam pidatonya Perdana Menteri Li menegaskan, bahwa China tidak ingin membiarkan siapa pun menganggu kedaulatan negeri. Sebuah pernyataan yang tegas dalam hal melindungi kedaulatan negaranya.

Kehebatan China ini sebenarnya sudah dilihat oleh pendiri bangsa kita, Bung Karno. Munculnya poros Jakarta, Pyongyang, Peking (ejaan penulisan ibukota China waktu itu), memang tidak semata-mata dilihat dari ideologi bangsa itu, Komunis, tetapi dilihat dari kemandirian bangsa itu untuk maju tanpa ketergantungan dengan pihak mana pun. Bebas berkreatifitas, tanpa harus didikte negara lain. Menurut saya, inilah yang disebut merdeka sesungguhnya. Boleh jadi pula, ini pula yang dimaksud ucapan “Belajarlah dan menuntut ilmulah hingga sampai ke negeri China.”

Di dalam buku “China mencari Minyak, Diplomasi China ke Seluruh Dunia 1990-2007,” yang ditulis Dwijaya Kusuma, (Jakarta: FIB UI dan Centre for Chinese Studies, 2008), juga sangat terlihat bagaimana gesitnya China mencari kebutuhan energi bangsanya. Dinyatakan di halaman 96 buku itu:” Pada awalnya, sebelum tahun 1993, China merupakan sebuah negara yang mampu melakukan ekspor minyak…sejak China melakukan reformasi ekonomi tahun 1978, hal itu membawa dampak yang sangat signifikan.”

Masalah utama yang pertama-tama dilakukan negara itu agar maju adalah memberantas korupsi. Tekad pemerintah China memberantas korupsi bersungguh-sungguh. Sehingga berdampak terhadap kemajuan ekonominya. Setelah pemberantasan korupsi berjalan dengan baik, baru sekarang beranjak mencanangkan lingkungan hidup yang bersih.

“Perusahaan-perusahaan negara yang tidak efisien harus berbenah dan birokrasi pemerintah dirampingkan. Perusahaan-perusahaan pencemar juga akan dikenai beban pajak untuk kompensasi pembiayaan pencemaran,” ujar Perdana Menteri Li waktu itu.

Akhir dari tulisan ini, saya mengutip pernyataan Ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Rabu, 5 Maret 2014 di Jakarta yang menyatakan, Indonesia perlu menjadikan China sebagai contoh. Contoh itu terkait keberhasilan China mewujudkan semangat modernisme ekonomi di tengah persiangan dengan negara besar, tetapi dengan tetap berkiblat pada akar budaya asli. Sedangkan saya menutup tulisan ini dengan dua kata: “China Hebat.”

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Jurnalis dan Sejarawan Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular