Saturday, October 25, 2025
spot_img
HomeEkonomikaBahaya di Balik Algoritme, Pekerja Bisa Jadi Korban ‘Sistem’

Bahaya di Balik Algoritme, Pekerja Bisa Jadi Korban ‘Sistem’

ilustrasi.

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Dunia kerja digital memang menjanjikan efisiensi dan fleksibilitas, tetapi di balik itu tersimpan risiko besar yang sering tak disadari.
Hal itu diungkap oleh Prof. Dr. Ahmad Rizki Sridadi, S.H., M.M., M.H., yang baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR).

Upacara pengukuhan berlangsung pada Rabu (22/10/2025) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C. Dalam pidato ilmiahnya, Rizki menyampaikan peringatan tajam bahwa penggunaan algoritme dalam mengatur pekerjaan manusia atau yang dikenal dengan algorithmic management, bisa menjadi pedang bermata dua.

“Algoritme memang meningkatkan efisiensi dan objektivitas. Tapi di sisi lain, ia bisa menciptakan ketimpangan baru dimana pekerja menjadi sekadar objek dari sistem yang tidak selalu transparan,” ujarnya.

Rizki menjelaskan bahwa dalam dunia kerja modern yang didominasi oleh gig economy, hubungan antara perusahaan dan pekerja semakin longgar. Fleksibilitas yang dulu dianggap keunggulan kini justru memunculkan berbagai risiko sosial dan ekonomi.

“Pekerja digital sering menghadapi ketidakpastian status, pendapatan yang tidak stabil, serta terbatasnya akses terhadap jaminan sosial. Ini tantangan baru dalam manajemen risiko SDM yang perlu segera dijawab,” tegasnya.

Menurutnya, manajemen risiko SDM (HR Risk Management) adalah upaya sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko yang terkait dengan manusia di dalam organisasi. Sayangnya, selama ini banyak perusahaan lebih fokus pada risiko finansial daripada faktor manusia, padahal keduanya saling menentukan keberlanjutan bisnis.

“Manusia adalah pusat dari setiap keputusan. Kalau risikonya diabaikan, perusahaan bisa kehilangan daya saing dan bahkan kehilangan nilai kemanusiaannya,” tambahnya.

Bahaya ‘Sistem’ yang Tak Manusiawi

Dalam orasinya, Rizki menyoroti bahwa algorithmic management yang merupakan penggunaan artificial intelligence atau akal imitasi (AI) dan data untuk mengawasi kinerja pekerja, bisa menghadirkan efisiensi semu. Sistem yang dirancang untuk objektivitas justru berpotensi menimbulkan bias, ketimpangan, dan tekanan psikologis pada pekerja.

Guru besar FEB UNAIR, Prof. Dr. Ahmad Rizki Sridadi, S.H., M.M., M.H. (foto: Unair fro Cakrawarta)

“Masalahnya bukan hanya efisiensi, tapi soal akuntabilitas, transparansi, dan keadilan. Siapa yang bertanggung jawab jika algoritme membuat keputusan yang salah?” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa penggunaan algoritme tanpa regulasi yang jelas dapat menghapus “suara” pekerja dalam proses pengambilan keputusan, menciptakan ruang kerja yang kaku dan tak manusiawi.

Sebagai rekomendasi, Rizki mendorong pemerintah untuk segera menetapkan aturan transparansi algoritme dan memperjelas status hukum pekerja digital agar tidak terjebak dalam sistem kerja tanpa perlindungan. Sementara bagi perusahaan, ia menegaskan pentingnya tata kelola SDM yang akuntabel, sistem kompensasi yang adil, serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

“Kita tak bisa lagi hanya berbicara efisiensi. Era baru ini menuntut tanggung jawab moral dan sosial yang seimbang dengan kemajuan teknologi,” pungkasnya.(*)

Editor: Tommy dan Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular