
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menegaskan reputasinya sebagai kampus pencetak intelektual unggulan. Dalam upacara pengukuhan empat guru besar baru dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), salah satu yang menarik perhatian publik adalah Prof. Dr. Ardianto, S.E., M.Si., Ak., C.A., Guru Besar bidang Akuntansi Keperilakuan dan Kinerja.
Upacara pengukuhan berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C, pada Rabu (22/10/2025). Dalam orasi ilmiahnya, Prof Ardianto menyampaikan pesan tajam bahwa tidak semua data yang tampak benar bisa dipercaya sepenuhnya. Menurutnya, keputusan organisasi sering kali keliru karena bias, baik dalam penyajian data maupun dalam proses berpikir pengambil keputusan itu sendiri.
“Banyak lembaga berusaha meningkatkan kinerja dengan berbagai cara, seperti menerapkan target-based budgeting dan memanfaatkan teknologi informasi. Tapi jika informasi yang disajikan keliru, maka keputusan pun bisa salah. Dan ketika itu menyangkut dana proyek atau program besar, dampaknya bisa sangat serius,” ujarnya.
Ardianto menjelaskan bahwa di era big data, banyak orang terjebak pada anggapan bahwa teknologi otomatis menjamin kebenaran informasi. Padahal, bias bisa muncul di berbagai tahap mulai dari pengumpulan, pengolahan, hingga penafsiran data oleh manusia.
“Bias tidak hanya muncul saat data diolah menjadi informasi, tapi juga bisa terjadi karena cara seseorang mengambil keputusan. Bahkan informasi yang netral pun masih bisa ditafsirkan secara bias,” tegasnya.

Dalam ilmu akuntansi keperilakuan, lanjutnya, penyebab bias dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
Bias kognitif, ketika keputusan didasarkan pada persepsi subjektif terhadap risiko dan keuntungan;
Bias emosional, ketika emosi memengaruhi rasionalitas; dan
Bias motivasi, ketika kepentingan pribadi mendominasi penilaian objektif.
Menurut Ardianto, memahami perilaku manusia dalam konteks pengambilan keputusan menjadi hal yang sangat penting bagi organisasi modern. Sebab, kinerja unggul tidak hanya ditentukan oleh strategi dan angka, tetapi juga oleh kemampuan manusia di dalamnya untuk mengelola bias secara sadar.
“Organisasi yang ingin unggul harus memperhatikan penyediaan informasi yang akurat dan objektif. Mengelola bias berarti memahami perilaku manusia, bukan sekadar mengandalkan sistem atau teknologi,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa integrasi antara teknologi modern dan pemahaman perilaku manusia akan menciptakan tata kelola yang lebih efektif dan efisien. Dengan begitu, organisasi dapat mencapai tujuan kinerja yang berkelanjutan.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



