Thursday, November 13, 2025
spot_img
HomePolitikaDaerahRefleksi Dua Abad Perang Jawa, Alumni KAMMI Ajak Generasi Z Jadi Pahlawan...

Refleksi Dua Abad Perang Jawa, Alumni KAMMI Ajak Generasi Z Jadi Pahlawan Zaman Now

Tangkapan layar suasana daring diskusi KAKAMMI mengenai spirit Perang Jawa, Kepemimpinan dan Kepahlawanan Pangeran Diponegoro serta konstekstualisasinya di era sekarang, Senin (10/11/2025). Acara berlangsung hybrid di Cafe Pelangi, Semarang, Jawa Tengah.

SEMARANG, CAKRAWARTA.com – Suasana kafe di Jalan Singosari 45, Semarang, Senin (10/11/2025) malam, berubah menjadi ruang refleksi sejarah. Musik lembut berganti dengan obrolan serius ketika Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAKAMMI) menggelar diskusi peringatan Hari Pahlawan bertajuk Refleksi 200 Tahun Perang Diponegoro: Membangun Semangat Kepahlawanan dalam Kolaborasi Menjayakan Indonesia.”

Acara yang berlangsung hybrid dimana sebagian hadir langsung di Café Pelangi, sebagian lainnya bergabung lewat Zoom Meetings, menghadirkan dua narasumber dengan kapasitas akademik dan pengalaman yang mumpuni. Keduanya mengajak generasi muda, terutama Generasi Z, untuk memahami makna kepahlawanan bukan sekadar dari buku sejarah, tapi dari sikap dan tindakan sehari-hari.

Pembicara pertama, Prof. Dr. Alamsyah, S.S., M.Hum., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, membuka diskusi dengan menyoroti sosok Diponegoro sebagai pemimpin multidimensi dimana ia seorang bangsawan santri yang memadukan spiritualitas Islam dengan keberanian moral.

“Perang Jawa bukan hanya soal senjata, tapi tentang martabat dan integritas. Diponegoro adalah simbol kepemimpinan yang berakar pada nurani dan keberanian melawan ketidakadilan,” ujar Alamsyah.

Ia menegaskan bahwa figur Diponegoro relevan hingga kini karena ia mengajarkan keseimbangan antara iman dan aksi, spiritualitas dan strategi. “Kita hidup di zaman yang cepat berubah. Tapi nilai kepemimpinan seperti Diponegoro justru menjadi pegangan agar bangsa ini tidak kehilangan arah,” katanya.

Narasumber kedua, Dr. M. Shokheh, S.Pd., M.Si., Ketua PW KAKAMMI Jawa Tengah dan Kaprodi Sejarah Universitas Negeri Semarang, membawa audiens menyelami akar sejarah Perang Jawa (1825–1830) yang menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa.

Ia menjelaskan bahwa konsep Ratu Adil yang sering muncul dalam tradisi Jawa bukanlah mitos pasif tentang penyelamat yang ditunggu, melainkan panggilan moral untuk melahirkan pemimpin yang adil dan visioner.

“Ratu Adil bukan tokoh yang harus ditunggu. Ia adalah simbol kesadaran moral masyarakat untuk menciptakan keadilan. Artinya, kita semua bisa jadi ‘Ratu Adil’ di bidang masing-masing,” ujarnya.

Menurut Shokheh, nilai perjuangan Diponegoro relevan di era sekarang: keadilan, keberanian, dan pengabdian. “Kita tidak butuh penyelamat tunggal. Yang kita butuh adalah generasi muda yang memimpin dengan nurani, bukan hanya dengan ambisi,” tambahnya.

Zaman Edan, Dunia VUCA, dan Panggilan Generasi Muda

Sementara itu, Yudha A. Wiranagara, S.Sos., S.H., M.H., Wakil Ketua KAKAMMI sekaligus inisiator acara, menegaskan bahwa refleksi sejarah tidak boleh berhenti pada nostalgia masa lalu.

“Semangat Diponegoro bukan untuk dikagumi, tapi untuk dihidupi,” ujarnya. “Kita hidup di era VUCA world yaitu dunia yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Tanpa karakter kepahlawanan, generasi muda mudah terseret arus zaman edan, seperti yang pernah diperingatkan Ranggawarsita.”

Ia mengajak generasi muda untuk meneladani spirit perjuangan Diponegoro dalam bentuk yang kontekstual yakni berani jujur di tengah korupsi, berani kritis di tengah apatisme, dan berani berkolaborasi di tengah perpecahan sosial.

“KAMMI dan KAKAMMI punya tanggung jawab moral untuk memastikan kadernya siap menjadi pemimpin bersih, kritis, dan solutif. Itulah makna kepahlawanan hari ini,” katanya penuh semangat.

Diskusi yang dipandu oleh Muhammad Rafli, kader KAMMI UIN Jakarta, berlangsung dinamis. Peserta aktif bertanya soal relevansi nilai-nilai Diponegoro dengan isu-isu modern mulai dari degradasi moral, korupsi, hingga krisis kepemimpinan di dunia digital.

Beberapa peserta bahkan menegaskan pentingnya pendidikan sejarah berbasis nilai, bukan sekadar hafalan tahun dan peristiwa. “Kalau pahlawan masa lalu berjuang dengan pedang, generasi sekarang berjuang dengan gagasan, karya, dan kejujuran,” ujar salah satu peserta.

Acara ditutup dengan refleksi bersama bahwa menjadikan Hari Pahlawan bukan sekadar seremoni, tapi momentum membangun mindset kepemimpinan yang berani, adil, dan religius persis seperti warisan yang ditinggalkan Pangeran Diponegoro dua abad lalu.

Dari balik temaram lampu kafe Semarang itu, lahir sebuah kesadaran baru bahwa semangat kepahlawanan tak lekang oleh waktu. Ia hanya berubah bentuk dari medan perang ke ruang digital, dari keris ke kreativitas, dari Diponegoro ke generasi muda yang tak takut berjuang.

Refleksi dua abad Perang Jawa bersama Alumni KAMMI ini bukan sekadar menengok masa lalu, melainkan ajakan untuk bertindak di masa kini. Sebab, seperti kata Dr. Shokheh, Sejarah tidak untuk ditunggu, tapi untuk diteruskan. Semoga.(*)

Kontributor: Yudha

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular