Friday, November 14, 2025
spot_img
HomeEkonomikaDana Pensiun Tumbuh Lambat, Literasi dan Digitalisasi Dinilai Kunci Percepatan

Dana Pensiun Tumbuh Lambat, Literasi dan Digitalisasi Dinilai Kunci Percepatan

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pertumbuhan industri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) di Indonesia dalam tiga tahun terakhir dinilai belum optimal. Aset kelolaan memang tumbuh 9,9% sepanjang 2022 hingga 2024, namun pertumbuhan jumlah pesertanya hanya mencapai 2,9%. Hingga akhir Desember 2024, total aset kelolaan DPLK tercatat sebesar Rp146,1 triliun dengan jumlah peserta 2,8 juta orang.

Peneliti Dana Pensiun DPLK Sinarmas Asset Management, Syarifudin Yunus, menilai capaian ini belum cukup menjawab besarnya potensi pasar pekerja di Indonesia yang mencapai 152 juta orang.

“Setelah eksis selama 33 tahun, pertumbuhan DPLK bisa dibilang tetap tumbuh, tapi di sisi lain stagnan. Karena jumlah peserta dan asetnya belum sebanding dengan jumlah pekerja aktif di Indonesia,” ujar Syarifudin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Syarifudin menegaskan, DPLK sebagai produk keuangan yang dirancang untuk mempersiapkan kemandirian finansial di hari tua, harus terus berinovasi agar lebih diminati masyarakat. Ia mengingatkan, DPLK tak boleh kalah dari produk-produk keuangan lain seperti pinjaman online, reksadana, atau asuransi.

Untuk itu, menurutnya ada enam langkah strategis yang perlu diambil industri DPLK agar mampu mempercepat pertumbuhan, baik dari sisi aset maupun jumlah peserta. Pertama, penguatan literasi keuangan dan edukasi terkait DPLK, khususnya dengan menyasar kalangan pekerja muda dan perusahaan-perusahaan.

“Edukasi harus masif, lewat media digital dan tatap muka. Banyak pekerja tahu pentingnya dana pensiun, tapi tidak tahu bagaimana cara bergabung di DPLK,” ujarnya.

Kedua, Syarifudin menilai pentingnya digitalisasi layanan agar masyarakat dapat lebih mudah membeli dan mengakses produk DPLK. Ketersediaan aplikasi mobile, integrasi sistem e-KYC, hingga fitur auto-debit menjadi kunci kemudahan akses bagi peserta.

Langkah ketiga adalah pengembangan produk dan layanan yang lebih fleksibel, termasuk menyesuaikan skema iuran dengan profil pendapatan peserta. Keempat, optimalisasi kemitraan korporasi, sehingga DPLK dapat dijadikan bagian dari program kesejahteraan karyawan di perusahaan-perusahaan.

Kelima, Syarifudin menekankan perlunya penguatan kinerja investasi dan transparansi. Portofolio investasi harus dikelola secara profesional dan transparan, dengan laporan yang mudah diakses dan dipahami oleh peserta.

Adapun langkah keenam adalah dukungan regulasi dan insentif pajak dari pemerintah. Menurutnya, insentif bagi peserta dan pemberi kerja, termasuk pekerja informal, akan mendorong pertumbuhan sektor ini.

“Literasi dan digitalisasi adalah dua kunci utama. Tanpa keduanya, sulit berharap pertumbuhan jumlah peserta dan aset DPLK akan melesat dalam waktu dekat,” pungkas Syarifudin.

Ia optimistis, jika enam langkah tersebut dijalankan secara serius oleh pelaku industri dan didukung pemerintah, DPLK dapat menjadi solusi penting dalam membangun ketahanan finansial masyarakat Indonesia di masa pensiun.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular