Toko Dewa Dewi Ramadaya, Cara Cegah Child Violation And Exploitation Melalui Ortu Berdaya

UBUD – Pada Kamis (9/2/2023) sebuah LSM yang memiliki fokus pada perlindungan anak, ALIT Indonesia, mendirikan sebuah galeri dan toko di Ubud Bali yang bernama Dewa Dewi Ramadaya.

M. Ranau Alejandro, Humas ALIT Indonesia, mengatakan bahwa alah satu hal yang menjadi perhatian lembaganya adalah masalah perkawinan anak dan eksploitasi anak.

“Orang tua yang memiliki kesadaran tinggi dan berdaya secara ekonomi menjadi salah satu kunci dari penanggulangan masalah yang masih sangat marak di Indonesia ini. Untuk itu, kami mendirikan Toko Dewa Dewi Ramadaya ini. Mendorong ortu berdaya secara ekonomi,” ujarnya pada media ini, Jumat (10/2/2023).

Ranau menjelaskan bahwa nama Dewa Dewi Ramadaya sendiri diambil dari salah satu program ALIT Indonesia yaitu Desa Wisata Agro dan Desa Wisata Industri Ramah Anak dan Budaya (Dewa Dewi Ramadaya) yang mana di setiap desa terdapat duta yang bertugas untuk mempromosikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan dari masing-masing desa binaan.

“Saat ini, ALIT Indonesia memili 12 desa dampingan di antaranya Bulukerto yang terletak di Kota Batu, Palangsari dan Ngadiwono yang terletak di lereng Bromo Pasuruan, Prancak dan Galis di Sumenep Madura, Klungkung di Jember, Sempu dan Jambewangi di Banyuwangi, Blahbatu dan Tampak Siring di Bali, serta Sikka dan Ladogahar di Flores Nusa Tenggara Timur,” paparnya.

Menurut Ranau, toko Dewa Dewi Ramadaya yang didirikan lembaganya inilah yang kemudian menjual berbagai produk yang dibuat oleh orang tua dari anak-anak yang ada di berbagai wilayah desa binaan tersebut.

“Sehingga toko ini menjadi upaya ALIT Indonesia dalam mencegah ekploitasi anak melalui income generating bagi orang tua dan di saat bersamaan mempromosikan warisan budaya Indonesia untuk kelestarian dan kebaikan alam,” jelasnya.

Ranau memaparkan bahwa produk Toko Dewa Dewi Ramadaya terdiri Wastra, Samadhi, Boboji, dan Mantra.

“Produk pertama Wastra yang berupa kain tradisional indah dari berbagai daerah di Indonesia. Indahnya kain tradisional Indonesia ini, sayangnya tidak sejalan dengan harga yang harusnya diterima secara adil oleh pengrajinnya, yang mayoritas perempuan. Ibu Yuliati Umrah, Direktur Eksekutif ALIT Indonesia, yang juga berpartisipasi dalam International Visitor Leadership Program (IVLP), membantu mempromosikan harga yang adil bagi pembuat kain dan mengurangi pekerja anak serta mencegah pelecehan seksual terhadap anak,” papar Ranau.

Lalu, lanjut Ranau, produk kedua adalah Samadhi dimana memiliki makna untuk membantu penikmat produk dalam mendapatkan suasana santai, nyaman sekaligus pemulihan bagi fisik yang mengalami lelah dan penat.

“Bahan dasar produk Samadhi sendiri dipanen dari kebun permakultur ALIT Indonesia yang berlokasi di Bromo dan Gunung Penanggungan di Jawa Timur, serta tepi sungai Pakrisan di Gianyar, Bali. Kebun ini dikelola oleh petani binaan yang merupakan orang tua dari anak-anak yang mengikuti program perlindungan anak di ALIT Indonesia,” ujar Ranau.

Sementara produk ketiga adalah Boboji yang diambil dari nama sebuah taman yang penuh dengan bunga dan air jernih sebagai gambaran surga. Gambarannya, menurut Ranau, terdapat pada relief candi-candi kuno di Jawa Timur tempat para raja, ratu, dan putri melakukan ritual mandi bunga yang penuh manfaat bagi kesehatan kulit dan relaksasi, sebagaimana tujuan dari pembuatan produk Boboji.

“Bahan dasar dari produk Boboji ditanam secara organik di kebun permakultur ALIT Indonesia di Jawa Timur, Bali, dan Flores,” sebut Ranau.

Produk terakhir Toko Dewa Dewi Ramadaya adalah Mantra yang berarti doa. Ranau menjelaskan bahwa simbol-simbol dalam mantra tercermin dalam berbagai media seperti bunga, serat atau tulisan di daun lontar, gambar, benda pusaka, wewangian, dan alat ibadah seperti rosario, tasbih, dan selendang.

“Pada waktu tertentu Mantra dilakukan dan media tersebut digunakan. Penghitungan waktu telah ditetapkan oleh kitab-kitab suci yang diyakini oleh masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang berupa sistem penanggalan,” pungkasnya.

(mra/bus/bti)