Friday, April 26, 2024
HomeEkonomikaAPT2PHI Nilai Pemerintah Tidak Pro Petani

APT2PHI Nilai Pemerintah Tidak Pro Petani

Ketua Umum APT2PHI Rahman Sabon Nama tengah berbincang dengan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier pada suatu kesempatan.

JAKARTAPemerintahan Joko Widodo (Jokowi) diingatkan agar jangan hanya mengejar target penyerapan gabah petani sebagaimana diungkapkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaeman beberapa waktu lalu (8/3/2017) dalam kunjungan kerjanya di Ngawi. Pemerintah diminta untuk lebih menekankan kebijakan harga yang berorentasi pada perlindungan petani produsen dengan harga dasar HPP dan juga perlindungan terhadap konsumen dengan batas harga eceran tertinggi. Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan Holtikultura Indonesia (APT2PHI), Rahman Sabon Nama melalui redaksi cakrawarta.com, Jumat (10/3/2017) siang.

Menurut Rahman Sabon, lembaga pangan Pemerintah seperti Bulog harus bisa hadir dan ikut campur tangan terhadap sistem pasar agar petani produsen dan konsumen tidak dirugikan. Baginya, Bulog didirikan untuk melindungi petani produsen sekaligus tidak merugikan konsumen rakyat Indonesia. Bulog harus mengamankan persediaan pangan dan bisa menjaga variasi harga antar daerah ketika musim panen berlangsung agar petani tidak menderita kerugian.

“Ini penting karena saat ini misalnya harga gabah anjlok di bawah HPP yang ditentukan yakni Rp 3.500/kg di berbagai daerah sentra produksi seperti di Jawa dan Lombok NTB,” ujar Rahman Sabon yang dihubungi melalui sambungan telepon.

Rahman Sabon menambahkan bahwa harga HPP untuk gabah kering giling (GKG) adalah Rp 3.700/kg dan beras sebesar Rp 7.300/kg sebagaimana termaktub dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2016. Menurutnya, harga GKG berdasarkan Inpres tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan situasi ekonomi terbuka saat ini. Harga tersebut tidak akan menolong nasib para petani padi tetapi justru lebih banyak dinikmati para pencari rente.

“Karenanya, APT2PHI menyarankan pada Presiden Jokowi agar kebijakan harga dasar HPP yang berlaku sekarang, harus dialihkan dari HPP GKG dan beras ke Gabah Kering Panen (GKP),” imbuhnya.

Berdasarkan kajian APT2PHI, seharusnya harga Rp 3.700/kg itu tidak untuk harga GKG melainkan GKP. Karena kebijakan tersebut dinilai sangat merugikan petani bahkan membuat petani semakin terpuruk.

“Jadi dimana peran pemerintah? Keadaan seperti ini pun tidak pernah berubah,” sesalnya.

Dari amatan Rahman Sabon, Bulog dinilai sudah berubah fungsi. Semula untuk menciptakan kesejahteraan pendapatan petani dengan mendorong peningkatan produksi dan melindungi konsumen secara ekonomi, tetapi kini justru yang menonjol adalah mencari untung dengan mengorbankan petani. “Ini sudah salah kaprah,” tegasnya.

Sedangkan menurut APT2PHI, peran rekanan penyalur Bulog berupa koperasi dan usaha kecil yang selama ini jadi mitra Bulog baik dalam pengadaan gabah dan beras petani maupun dalam penyaluran untuk stabilisasi harga melalui operasi pasar justru diambil alih oleh Satgas sehingga peran usaha kecil dan koperasi menghilang.

Dari amatan tim cakrawarta, peran usaha kecil dan koperasi saat ini diambil alih oleh Satgas Asintel TNI yang beranggotakan Babinsa dan Polri di kantor kelurahan dan desa. Akibatnya, saat ini banyak pedagang yang kehilangan pekerjaan.

Untuk itu, menurut Rahman Sabon, pihak APT2PHI menyarankan agar Presiden Jokowi dapat melakukan koreksi penertiban untuk meluruskan kesalahan prosedur kebijakan dengan mengembalikan fungsi pedagang rekanan penyalur Bulog dan mengembalikan peran TNI yang asli.

“Fungsi TNI adalah menjaga keamanan dan kedalautan NKRI. Jadi janganlah menodai wibawa TNI dengan urusan dagang seperti ini,” kata pria kelahiran NTT ini.

Sementara terkait dengan penetapan harga dasar HPP bertujuan agar petani dapat menikmati hasil produksinya dengan harga yang pasti, maka menurutnya Satgas hanya berfungsi sebagai pelengkap pengawas bukan berperan sebagai pedagang.

“Kembalikan juga fungsi koperasi dan UKM sebagai rekanan penyalur dalam pengadaan bahan pangan dalam negeri untuk terjaminnya struktur pasar bebas di tingkat produsen guna memperlancar penanganan penyerapan kelebihan penawaran di setiap musim panen dan panen raya,” pungkasnya.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular