Friday, October 4, 2024
spot_img
HomeEkonomikaYLKI: PHK Buruh Rokok Akibat Mekanisasi

YLKI: PHK Buruh Rokok Akibat Mekanisasi

(Foto: kabarburuh.com)
(Foto: kabarburuh)

JAKARTA – Penilaian bahwa YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) tutup mata atas PHK buruh industri rokok dinilai tidak berbasis bukti dan tergolong fitnah dan pembunuhan karakter yang serius.  Demikian disampaikan oleh Ketua YLKI, Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya kepada Cakrawarta di Jakarta, Minggu (20/9). Tulus menyatakan bahwa masyarakat layak mengetahui alasan sebenarnya dibalik PHK besar-besaran buruh industri rokok.

“Berdasarkan olah data yang bersumber dari BPS dan Kementerian Keuangan, meskipun Produksi rokok meningkat 47% dari 235.5 miliar batang pada 2005 menjadi 346 miliar batang di 2013. Dalam kurun waktu itu, tren jumlah pekerja industri pengolahan tembakau terus menurun. Hal ini karena industri tersebut beralih ke sistem mekanisasi dalam produksinya,” ujar Tulus.

Menurut pria kelahiran Purworejo itu, berdasarkan hasil analisis dari penelitian Lembaga Demografi Universitas Indonesia, masalah PHK buruh industri rokok tidak sepenuhnya akibat kenaikan tarif cukai, melainkan lebih kepada persaingan bisnis rokok besar melawan rokok kecil.

“Yang besar memakan yang kecil.  Pabrik rokok kecil sudah dibela pemerintah karena tarifnya paling murah. Rokok buatan tangan juga tarifnya lebih murah dari buatan mesin. Di samping itu, perubahan selera konsumen yang lebih suka rokok filter buatan mesin turut berkontribusi pada pemutusan hubungan kerja di rokok krètèk tangan.  Perubahan selera ini memang diinginkan industri rokok karena rokok mesin lebih menguntungkan daripada rokok kretek.  Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan cukai rokok yang sudah pro industri rokok kretek dan kecil sudah melakukan tugasnya untuk perlindungan tenaga kerja,” beber Tulus.

Pendiri dan Ketua Divisi Hukum Komnas Penanggulangan Masalah Merokok ini, menjelaskan lebih lanjut mengenai penelitian yang dilakukan oleh SEATCA. Hasilnya menunjukkan besaran pergeseran pilihan masyarakat dari rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) ke SKM (Sigaret Kretek Mesin) dimana SKM naik proporsinya dari 57% menjadi 66%. Sementara itu, untuk SKT turun dari 35% menjadi 26%.

“Selama 2013 terjadi ekspansi dan mekanisasi besar-besaran industri rokok dengan menambah mesin baru kapasitas produksi mencapai1,5 Miliar batang per-tahun atau kapasitas produksi ditingkatkan 15 batang/menit dengan sistem shift 24 jam. Akibatnya, selama tahun 2013 saja ada 17.288 PHK buruh rokok. Buruh industri rokok turun setengahnya selama 2010-2012 dari 689 ribuan jadi 339 ribuan atau dari 0,6% total pekerja menjadi 0,3% total pekerja,” imbuhnya.

Karenanya, bapak tiga anak ini menegaskan PHK yang terjadi adalah dampak kebijakan perusahaan rokok besar untuk melakukan mekanisasi demi meraup untung yang besar dan bukan akibat dari kebijakan cukai.

“Hal ini juga menunjukkan ketidakpedulian perusahaan-perusahaan rokok besar terhadap pekerjanya. Ironisnya, para pekerjanya kerap dipergunakan sebagai dalih untuk menolak kenaikan cukai yang memang sudah merupakan keniscayaan agar konsumsi rokok di Indonesia bisa diturunkan, demi masa depan Indonesia yang lebih sehat, produktif, dan adil,” pungkasnya.

(ta/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular