
MEDAN, CAKRAWARTA.com – Dunia maya kembali memanas. Dua akun media sosial, @nadya_situmorang di TikTok dan Yunaedy Sitorus di Facebook, resmi dilaporkan ke Polda Sumatera Utara. Mereka dituduh menyebarkan ujaran kebencian, fitnah, dan hoaks dalam video yang menyulut amarah banyak pihak.
Laporan ini diajukan oleh Dr. drh. Rotua Wendeilyna Simarmata, M.Si., C.Med, warga Jalan Tanah Lapang, Pangururan, Kabupaten Samosir, pada Kamis (24/4/2025) siang, dan diterima dengan nomor STTLP/B/594/IV/2025/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA.
Rotua bukan orang asing terhadap masalah ini. Ia adalah ahli waris sah dari lahan dan bangunan yang dijadikan latar dalam video tersebut — rumah peninggalan leluhur, Opung SB Pasaribu, pejuang kemerdekaan dari Samosir.
Tuduhan Tak Berdasar, Harga Diri Keluarga Tersakiti
Semua bermula dari video yang diunggah kedua akun tersebut. Video itu menampilkan narasi kontroversial: “Dukung sekolah Islam nggak boleh berdiri suka-suka mereka, tolong diviralkan saudara Muslim,” dan “Penistaan terhadap dunia pendidikan,” seolah mengobarkan sentimen negatif terhadap pembangunan Madrasah di Samosir.
Yang membuat hati Rotua teriris, video itu merekam tanah dan rumah keluarganya — tanah warisan, yang dulunya disewakan untuk hunian, bukan untuk aktivitas Yayasan. Penyewa, Yunaedy Sitorus, disebut telah menyalahgunakan izin tanpa sepengetahuan pemilik sah.
“Rumah itu bukan untuk didirikan sekolah, apalagi tanpa izin kami! Mereka pakai seenaknya, lalu membangun narasi seolah-olah kami menolak pendidikan. Ini mencederai nama baik keluarga kami!” tegas Rotua, emosional, saat ditemui Sabtu (26/4/2025).
Dari Penyewaan Berakhir Jadi Keributan di Dunia Maya
Rotua menjelaskan, masa sewa rumah oleh Yunaedy sudah berakhir sejak 22 Februari 2025. Namun, alih-alih mengembalikan rumah dalam keadaan sebagaimana mestinya, pihak penyewa justru mengubah fungsi rumah menjadi tempat kegiatan Yayasan Ibnu Sina Samosir — bahkan sempat memasang papan nama di depan rumah tanpa izin.
“Tanpa izin kami, tanpa laporan ke Kelurahan, tanpa pemberitahuan ke Dinas Pendidikan. Ini pelanggaran besar,” kata Rotua, menahan geram.
Setelah diperingatkan, bukannya minta maaf, pihak terkait malah mengunggah video-video provokatif tersebut. Bagi Rotua, ini bukan sekadar masalah hukum, tapi soal harga diri keluarga yang diinjak-injak di hadapan publik.
Berharap Keadilan dan Tegaknya Hukum
Kini, Rotua menggantungkan harapannya pada kepolisian. Ia mendesak agar proses hukum berjalan tegas dan adil.
“Saya percaya Polda Sumut bisa menegakkan keadilan. Jika dalam proses penyelidikan terbukti mereka melanggar UU ITE, saya harap mereka dihukum seberat-beratnya,” ujar Rotua.
Ia juga menegaskan, tidak akan tinggal diam sampai keluarga dan nama leluhur mereka dipulihkan.
“Saya minta Yunaedy Sitorus segera angkat kaki dari tanah kami. Cukup sudah keluarga kami dipermalukan,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa kebebasan berpendapat di media sosial tetap harus menghormati hukum, fakta, dan martabat sesama.
(Pamuharaja/Tommy/Rafel)