Friday, March 29, 2024
HomeInternasionalTrump di AS dan Soeharto di Indonesia Sama-Sama Ditinggalkan Pendukungnya

Trump di AS dan Soeharto di Indonesia Sama-Sama Ditinggalkan Pendukungnya

 

Di dalam politik atau kekuasaan berlaku dalil “tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Kemarin musuh, sekarang kawan, yang kemarin kawan menjadi lawan. Di dalam politik, yang abadi adalah kepentingan. “

Itulah dalil yang sering diucapkan seseorang jika mengamati perkembangan politik. Itu pulalah yang terjadi terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45, Donald Trump. Juga pernah terjadi di Indonesia, di mana Presiden Republik Indonesia (RI) ke-2, Soeharto ditinggalkan para menterinya.

Donald John Trump adalah Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45. Perkembangan terakhir, ia ditinggalkan para menteri atau pendukungnya. Menteri Perhubungan (Menhub) AS, Elaine Chao, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota kabinet di pemerintahan Presiden Donald Trump. Keputusan itu diambil Chao sebagai protes atas penyerangan Gedung DPR AS (US Capitol) oleh para pendukung Trump, Rabu, 6 Januari 2021 waktu setempat.

“Serangan massa tersebut sangat mengganggu, dengan cara yang tidak bisa saya toleransi,” ungkap Chao dalam email pengunduran dirinya, dikutip Reuters, Jumat, 8 Januari 2021.

Selain Chao, terdapat beberapa pejabat lainnya yang memutuskan hengkang dari Gedung Putih. Di antara mereka ada Wakil Penasihat Keamanan Nasional, Matt Pottinger, yang secara tiba-tiba mundur.

Setelah itu, Direktur Senior Urusan Eropa dan Rusia di Dewan Keamanan Nasional, Ryan Tully, juga mengambil langkah yang sama. Hal itu membuat rencana awal Trump untuk melaksanakan transisi masa jabatan secara tertib jadi tak berjalan mulus.

Utusan khusus pemerintah AS untuk Irlandia Utara, Mick Mulvaney, juga mengundurkan diri. “Saya tidak akan terkejut melihat lebih banyak teman saya yang akan mundur dalam 24 hingga 48 jam ke depan,” kata mantan kepala staf Gedung Putih itu.

Michael Richard Pence atau yang akrab dipanggil Mike Pence adalah Wakil Presiden AS ke-48, yang mendampingi Presiden Donald Trump. Terakhir, ia dikatakan penghianat oleh Trump karena tidak mau lagi mengikuti perintahnya untuk memenangkan dirinya di Kongres AS.

Peristiwa yang Sama Terjadi di Indonesia

Di Indonesia pada tahun 1998, Presiden RI ke-2, Soeharto, juga ditinggalkan pendukungnya. Karena sudah tidak didukung lagi, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

Waktu itu, Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya sebagai Presiden RI dan menyerahkan jabatan Presiden kepada Wakil Presiden RI, B.J. Habibie.

Soeharto telah menjadi Presiden RI selama 32 tahun. Sebelum dia mundur, Indonesia mengalami krisis politik dan ekonomi dalam 6 sampai 12 bulan. B.J. Habibie melanjutkan setidaknya setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian digantikan oleh K.H. Abdurrahman Wahid pada tahun 1999.

Kejatuhan Soeharto juga menandai akhir masa Orde Baru, suatu rezim yang berkuasa sejak tahun 1968. Kejatuhan Jenderal TNI Soeharto tersebut memunculkan berbagai cerita menarik lainnya, di antaranya dari Laksamana TNI (Purn) Soedomo. Ia adalah seorang petinggi militer yang terkenal di masanya karena jabatannya sebagai Pangkopkamtib. Dalam posisi pemerintahan, ia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pada periode 1983—1988 dan juga sebagai Ketua DPA.

Tiba-tiba ketika Soedomo meninggal, Rabu, 18 April 2012, saya teringat kembali kenangan ketika bertemu beliau pertama dan terakhir, di rumahnya, Pondok Indah, Senin 8 Februari 2010.  Pertemuan pertama, karena memang pertamakali saya berbicara empat mata atau secara khusus. Kedua, setelah itu tidak lagi bertemu hingga beliau meninggal dunia.

Pak Domo, panggilan akrabnya, tiba-tiba   bicara tentang peta perpolitikan menjelang Pak Harto lengser dari jabatan Presiden RI.

Diselingi humur- humor kecil, Pak Domo bercerita mengenai tiga orang yang sangat tidak disukai Pak Harto. Pertama, Harmoko, Kedua, B.J. Habibie dan ketiga, Ginanjar Kartasasmita.

Sebetulnya, saya tidak ingin mengetahuinya, karena fokus utama saya ke rumah Pak Domo, adalah menggali informasi tentang Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Rais Abin (anak buah Soedomo) yang dimuat di halaman 218 dan 219 buku biografi tentang beliau: ” Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamauan PBB di Timur Tengah (1976-1979) (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012) oleh Dasman Djamaluddin.

Tetapi Pak Domo memahami apa yang dicapkannya, menurutnya, agar dalam hidup ini kesetiaan dan pengabdian sangat dibutuhkan.

“Anda  termasuk generasi pelanjut,” ujar Pak Domo dan perlu mengetahuinya. Jika kesetiaan sudah tidak ada di naluri seorang pengabdi, jelas Pak Domo, inilah yang dinamakan penghianatan.

Jadi lanjut Pak Domo, jika Pak Harto diundang ke sebuah pertemuan maka akan selalu bertanya, apakah ketiga orang itu hadir juga di pertemuan itu?  Jika masih ada salah seorang dalam pertemuan itu, Pak Harto menunda kehadirannya. Barulah setelah ketiga atau salah seorang dari ketiganya pulang, Pak Harto hadir.

Pak Domo adalah orang yang ikut menyetujui agar Pak Harto meletakan jabatan, bukan semata-mata karena desakan demonstrasi mahasiswa (1998), melainkan akibat pengkhianatan para pembantu dekatnya.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Wartawan dan Sejarawan Senior

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular