
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pengamat kebijakan publik Sugiyanto, yang akrab disapa Emik, menilai penyelenggaraan BK Award 2025 oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta sebagai langkah positif dalam membuka ruang dialog antara masyarakat dan wakil rakyat. Namun, ia menekankan perlunya evaluasi kebijakan yang lebih tegas, terutama terkait persoalan kemacetan Jakarta dan tata kelola transportasi.
“BK Award ini bukan sekadar seremoni. Yang menarik, masyarakat diberi ruang bertanya langsung kepada anggota DPRD soal APBD, kebijakan publik, sampai kinerja eksekutif,” kata Sugiyanto dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).
Sugiyanto mengatakan, kehadiran seluruh komisi DPRD DKI yang membuka stan pelayanan publik menunjukkan upaya mendekatkan lembaga legislatif dengan warga. Ia mengaku sempat berdialog dengan anggota Komisi C terkait isu pendapatan daerah, potensi kebocoran anggaran, sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA), hingga wacana obligasi daerah.
“Penjelasan dari Komisi C cukup terbuka. Ini penting agar publik memahami bahwa pengawasan APBD memang tidak sederhana, tetapi harus terus diperkuat,” ujarnya.
Di stan Komisi B, Sugiyanto secara khusus menyoroti kemacetan Jakarta yang dinilai semakin parah. Ia mempertanyakan belum diterapkannya Electronic Road Pricing (ERP) serta lamanya masa jabatan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, yang telah menjabat selama enam tahun lima bulan sejak dilantik pada 8 Juli 2019.
“Dalam kebijakan publik, masa jabatan yang panjang di posisi strategis seperti Dishub seharusnya diiringi evaluasi kinerja yang ketat dan transparan. Jakarta menghadapi masalah mobilitas yang sangat kompleks,” kata Sugiyanto.
Menurut dia, penjelasan yang disampaikan anggota Komisi B baik dari Fraksi PDI Perjuangan maupun PKS, cukup argumentatif. Namun, Sugiyanto menilai kebijakan pengendalian lalu lintas tidak boleh berhenti pada wacana. “ERP ini sudah lama dibahas. Pertanyaannya, kapan benar-benar dijalankan dan dengan skema yang adil bagi masyarakat,” ujarnya.
Sugiyanto juga menyinggung persoalan parkir liar yang disebutnya masih menjadi salah satu akar kemacetan dan kebocoran pendapatan daerah. Ia mengaku sempat berdiskusi dengan anggota DPRD dari Fraksi NasDem Jupiter, yang pernah memimpin Panitia Khusus Perparkiran.
“Masalah parkir ini klasik, tetapi dampaknya besar. Penertiban harus konsisten dan berbasis data,” kata Sugiyanto.
Selain dialog kebijakan, BK Award 2025 juga diwarnai pemberian penghargaan kepada sejumlah anggota DPRD yang dinilai berprestasi serta penggalangan donasi bagi korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sugiyanto menilai langkah tersebut sebagai bentuk kepedulian sosial yang patut diapresiasi.
Meski demikian, ia mengingatkan agar Badan Kehormatan DPRD DKI tidak berhenti pada pemberian penghargaan semata. “Penghargaan itu penting, tetapi harus diimbangi dengan mekanisme sanksi yang jelas bagi pelanggaran etik atau kinerja buruk. Tanpa itu, fungsi etik BK tidak akan optimal,” ujarnya.
Sugiyanto berharap ke depan DPRD DKI Jakarta dapat mengembangkan sistem penilaian yang lebih komprehensif, tidak hanya memberi apresiasi, tetapi juga mendorong akuntabilitas melalui sanksi yang transparan. “Kalau ini konsisten dilakukan, kepercayaan publik terhadap DPRD akan meningkat,” katanya.(*)
Editor: Abdel Rafi



