
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Meski kebijakan Zero ODOL (Over Dimension and Over Load) telah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu, truk-truk dengan dimensi dan muatan berlebih masih kerap melintas bebas di jalan-jalan utama Indonesia. Kondisi ini dinilai sebagai ancaman serius, tidak hanya terhadap infrastruktur, tetapi juga keselamatan pengguna jalan dan stabilitas ekonomi nasional.
Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo, PhD, menilai lemahnya penegakan aturan menjadi penyebab utama masih maraknya praktik ODOL.
“Kerusakan jalan akibat truk ODOL diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp43 triliun per tahun. Ini angka yang besar, dan angkanya terus naik karena penegakan hukum di lapangan sangat lemah,” ujar Rossanto sapaan akrabnya.

Menurut Rossanto, persoalan ODOL tidak bisa dilihat sebagai isu teknis semata. Ia menegaskan, dampaknya juga menyasar aspek keselamatan publik. Ia mencatat, banyak kecelakaan fatal di jalan raya melibatkan truk kelebihan muatan yang mengalami gangguan sistem pengereman dan kesulitan bermanuver.
“Truk ODOL bukan sekadar masalah logistik. Ini menyangkut keselamatan nyawa pengguna jalan lain. Sayangnya, aturan seperti UU No. 22 Tahun 2009 tidak dijalankan secara konsisten,” katanya.
Ia juga menyoroti fungsi jembatan timbang yang kerap tidak berjalan maksimal serta praktik pungutan liar di sejumlah titik yang membuat sistem pengawasan menjadi tidak efektif.
Rossanto mendorong agar pemerintah membentuk satuan tugas lintas kementerian yang benar-benar fokus mengawasi dan menindak praktik ODOL secara tegas dan konsisten. Ia juga menyarankan keterlibatan publik dalam pengawasan berbasis teknologi.
“Masyarakat bisa dilibatkan melalui pelaporan online atau sistem whistleblower. Ini akan menambah tekanan bagi aparat untuk bertindak tegas dan cepat,” tuturnya.
Selain itu, ia mengusulkan evaluasi terhadap sistem retribusi uji KIR dan penghitungan tarif logistik. Ia menilai, biaya logistik harus sejalan dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan-kendaraan yang melanggar aturan.
Rossanto menegaskan, keberhasilan kebijakan Zero ODOL menjadi cermin sejauh mana negara berpihak kepada kepentingan umum. Jika aturan hanya menjadi wacana tanpa penindakan, maka masyarakat yang akan terus menanggung risikonya.
“Kebijakan ini seharusnya menjadi bukti bahwa negara berpihak pada rakyat, bukan tunduk pada tekanan segelintir pelaku usaha. Jika tidak ada ketegasan, kerugian akan terus membesar,” pungkasnya.(*)
Editor: Abdel Rafi



