Sunday, December 8, 2024
spot_img
HomeEkonomikaThe Asia Foundation: Peran Kampus Dibutuhkan Dalam "Politik" SDA Indonesia

The Asia Foundation: Peran Kampus Dibutuhkan Dalam “Politik” SDA Indonesia

Deputy Director pada Environment Governance Unit The Asia Foundation, R. Alam Surya Putra saat memaparkan materi bertemakan "Politik Sumber Daya Alam" di Ruang Adi Sukadana FISIP Unair, Surabaya, pada Rabu (4/10/2017) siang. (Foto: Bustomi/cakrawarta)
Deputy Director pada Environment Governance Unit The Asia Foundation, R. Alam Surya Putra saat memaparkan materi bertemakan “Politik Sumber Daya Alam” di Ruang Adi Sukadana FISIP Unair, Surabaya, pada Rabu (4/10/2017) siang. (Foto: Bustomi/cakrawarta)

SURABAYA – Persoalan tegak atau tumbangnya tata kelola hutan di Indonesia dinilai merupakan persoalan politik dan bukanlah persoalan teknis. Karenanya, persoalan tata kelola hutan sangat terkait dengan siapa yang memiliki power (kuasa) dalam membuat keputusan tentang hutan, siapa pihak yang dirugikan dan diuntungkan atas keputusan tersebut dan bagaimana relasi kuasa di antara para pihak.

Demikian disampaikan R. Alam Surya Putra, Deputy Director pada Environmental Unit The Asia Foundation pada workshop khusus bertema “Politik Sumber Daya Alam” yang diselenggarakan di Ruang Adi Sukadana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair), pada Rabu (4/10/2017) siang.

“Persoalan tegaknya hutan di Indonesia tidak bisa diselesaikan hanya dengan tanam menanam, pelatihan dan teknis lainnya,” ujar Alam pada acara yang merupakan kerjasama dengan Ikatan Alumni FISIP Unair itu.

Alam Surya Putra melanjutkan, untuk mewujudkan tegaknya kebijakan terkait persoalan hutan ini, maka kebijakan politik harus diarahkan pada pembukaan akses kelola oleh masyarakat sipil.

Dalam kesempatan itu, Alam juga menunjukkan data menarik. Menurut, sejak 2007 sampai September 2017, pelibatan masyarakat sipil di Indonesia mengalami peningkatan signifikan.

“Jika pada periode 2007 sampai Oktober 2014, angka pelibatan sipil dalam penegakan hutan nasional hanya mencapai angka 461.286 hektar, pada era pemerintahan Jokowi angka itu mencapai 604.373 hektar. Ini bagus. Banyak kanal kanal yang dibuka oleh Jokowi sehingga sipil makin mudah melibatkan diri dalam aksi penyelamatan hutan ini,” imbuhnya.

Alam juga mengharapkan dalam hal positif ini ada pelibatan peran dunia kampus sehingga akan lebih baik ke depannya. Ia mencontohkan di Riau, sebuah kampus negeri mampu menghadirkan matakuliah terkait isu-isu lingkungan sehingga mampu menelurkan kader-kader mahasiswa yang bisa menjadi investigator dalam upaya analisis kebijakan berkaitan dengan isu lingkungan dan perhutanan.

“Kader mahasiswa ini bahkan terlibat dalam investigasi gerakan anti korupsi di sektor pertambangan seperti kasus Amin Nasution kapan waktu itu,” tegasnya.

Ke depan, peran dunia kampus ini diharapkan akan membesar dengan makin banyaknya kampus yang terlibat terutama dalam melahirkan alumni berwawasan lingkungan, pengembangan skema peningkatan kapasitas pengorganisasian masyarakat, dan menyediakan evidence based policy melalui kajian-kajian kontemporer.

“Jadi kampus bisa memasukkan materi-materi berwawasan lingkungan, advokasi anggaran untuk kebijakan kebijakan lingkungan atau perhutanan di Indonesia dan kaderisasi mahasiswanya menjadi development entrepreneur,” tandasnya.

(bus/bti)

RELATED ARTICLES

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular