KARTOSURO – Simposium Nasional terkait pembahasan nasib dan aspek kesejarahan Tragedi 1965 beberapa waktu lalu mendapatkan catatan banyak pihak. Salah satunya adalah pengamat isu-isu sosial politik Rahman Sabon Nama yang mengingatkan agar Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dan Gubernur Lemhanas Letjen (Purn.) Agus Widjoyo mewaspadai adanya upaya pengaburan dan pemutarbalikan fakta sejarah.
Menurut Rahman, simposium dengan tujuan rekonsiliasi dan rehabilitasi nama PKI tersebut justru akan mengaburkan aspek mengingat PKI telah berkali-kali melakukan perbuatan makar. Karenanya, terkait dengan itu Rahman meminta Presiden Joko Widodo tidak terjebak adanya upaya menggunakan tangan Presiden oleh mereka untuk pengalihan isu demi kepentingan sekelompok orang.
“Generasi kekinian tidak mengalami kejadian tragedi 1965 yang sebenarnya sehingga Presiden Joko Widodo tidak boleh terjebak dalam situasi merugikan,” ujar Rahman Sabon Nama, Rabu (4/5/2016).
Rahman menambahkan, pasca simposium para eks-PKI mendapat angin segar dan menjadi pihak yang paling diuntungkan. Mereka makin merajalela melakukan aneka gerakan ideologis dengan memposisikan PKI sebagai pahlawan. Karenanya, Rahman menyarakankan agar Kapolri dan pihak keamanan terkait menghentikan, membatasi dan melarang agar tidak menjalar ke daerah-daerah yang bisa menimbulkan kontroversi publik.
“Jangan sampai atas tindakan ini berpotensi pada pembentukan opini publik bahwa Presiden melanggar konstitusi mengingat komunisme dilarang atas dasar Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan Tap MPR-RI No. I/MPR/2003,” imbuh Rahman dengan nada tegas.
Bahkan menurut Rahman berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 1999, setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/marxisme-lenimisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran dan pengembangan faham PKI dilarang.
Pria kelahiran Adonara (Nusa Tenggara Timur) menyatakan bagaimana dirinya berdiskusi dengan saksi sejarah terkait kekejaman PKI di Adonara, mayoritas ratusan petani Muslim dibunuh dan dikuburkan secara masal di hutan.
Menurut catatannya, Rahman memang berharap agar peristiwa pada Maret 1962 dimana Presiden Soekarno dijebak dengan mengangkat tokoh PKI DN Aidit dan Nyoto sebagai Menteri penasehat dalam pemerintahan.
“Tentu saya masih berkeyakinan bahwa simposium ini tidak tertular dengan pemikiran seperti itu. Saya pun yakin hingga kini di ring satu pemerintahan Jokowi-JK tidak tersusupi golongan kiri (PKI) ini. Tetapi tetap penting bagi Presiden Jokowi untuk berhati-hati,” pungkas Rahman.
(rs/bti)