Friday, April 26, 2024
HomePolitikaSoal Perjanjian Anies-Prabowo, Aktifis 98: Lebih Penting Waspada Darurat Demokrasi!

Soal Perjanjian Anies-Prabowo, Aktifis 98: Lebih Penting Waspada Darurat Demokrasi!

Momen ketika Anies Baswedan mengunjungi Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 30-31 Januari 2023 lalu. Ia dikerubuti oleh warga setempat yang mengidolakannya. (foto: instagram/anies baswedan)

JAKARTA – Di tengah popularitas dan elektabilitasnya yang kian menanjak, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diterpa isu tak sedap. Isu tersebut dilontarkan pertama kali ke publik oleh politikus Gerindra yang juga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Isu ini lantas menjadi viral mengingat pada saat maju Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu, Sandiaga berpasangan dengan Anies Baswedan yang kemudian memenangkannya.

Aktifis 98, Agung Nugroho menanggapi isu terkait perjanjian politik Anies-Prabowo itu dimana menurutnya hal tersebut, untuk saat ini tidak terlalu penting. Menurut Agung, perjanjian itu korelasinya hanya pada Pemilu 2019 dimana saat menjelang pencalonan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI di tahun 2017, Gerindra saat itu perlu memastikan kalau Anies tidak akan maju pada pencalonan Pemilihan Presiden 2019 sehingga tidak akan terjadi rivalitas antara Anies dan Prabowo.Hingga akhirnya, justru Sandi lah yang berpasangan dengan Prabowo untuk bertanding di Pilpres 2019 dengan salah satu juru kampanyenya adalah Anies Baswedan.

“Memang pada saat menjelang Pemilu 2019, banyak tawaran kepada Anies Baswedan untuk maju sebagai calon presiden. Bahkan ada 2 partai politik yamg saat itu sudah siap untuk mengusung Anies sebagai calon, tapi oleh Anies ditolak karena komitmen perjanjian dengan Prabowo serta menghormati Prabowo yang mendukung Anies sebagai gubernur pada pilkada 2017,” ujarnya pada media ini, Minggu (5/2/2023).

Namun, menurut Agung, untuk konteks Pilpres 2024, perjanjian tersebut sudah tidak berlaku karena memang hanya untuk kepentingan Pemilu 2019.

“Saat ini Anies sudah menuntaskan tugasnya selama 5 tahun sebagai Gubernur sehingga sudah lepas semua ikatan komitmen terhadap partai pendukungnya di Pilkada 2017,” tegas pria yang juga Kordinator nasional Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia itu.

Selain alasan tersebut, Agung menilai isu perjanjian Anies-Prabowo, sengaja dilempar untuk mengganggu jalan Anies sebagai kandidat Calon Presiden 2024. Dimana, menurutnya, saat ini semua pihak yang berkepentingan menjegal Anies agar tidak berlaga dalam Pilpres 2024 sedang kebakaran jenggot.

“Ya mereka-mereka yang berkepentingan menjegal Anies Baswedan agar tidak berlaga di Pilpres 2024 lagi kebakaran jenggot tuh, setelah Partai Demokrat dan PKS memastikan mengusung Anies sebagai kandidat Capres di Pemilu 2024 mendatang. Rangkaian panjang bagaimana menjegal Anies untuk gagal berlaga di pilpres 2024 menjadi sia-sia, dengan kepastian Demokrat dan PKS tersebut,” tukasnya.

Karena itu, menurut Agug, tujuan politikus Partai Gerindra Sandiaga Uno dan Sufmi Dasco Ahmad yang melempar isu perjanjian Anies-Prabowo sangat jelas yakni hanya untuk menjeda proses konsolidasi dari koalisi perubahan yang mendukung Anies.

“Bagi saya, cara dan langkah mereka terlihat seperti anak kecil yang iri dengan temannya yang dapat hadiah lalu mem-bully temannya yang dapat hadiah tersebut,” sindir Agung.

Karenanya, menurut Agung, saat yang jauh lebih penting adalah bagaimana mewaspadai gerakan segelintir elit politik yang mabuk kekuasaan dan masih terus berusaha menjegal Anies untuk gagal maju sebagai capres di 2024.

“Gerakan segelintir elit politik tersebut menggunakan kekuasaan secara politik untuk menghambat Anies, mulai dari wacana 3 periode Jokowi, wacana memperpanjang masa jabatan presidenn dan terakhir yang akan dilakukan adalah menyakinkan penguasa bahwa Pemilu 2024 harus ditunda dengan alasan krisis ekonomi,” paparnya detail.

Agung menilai, sebagai aktifi 98, gerakan segelintir elit politik tersebut akan merusak tatanan demokrasi yang selama ini berjalan dengan baik meski belum sehat. Apalagi, menurutnya, Menko Polhukam Mahfud MD sudah menyatakan bahwa wacana 3 periode, wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu bukan pelanggaran hukum.

“Ini bisa diartikan bahwa pemerintah secara tidak langsung mendukung semua wacana yang berkembang selama tujuannya untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi. Dukungan tidak langsung ini akan menyebabkan rusaknya tatanan demokrasi dan menyebabkan darurat demokrasi di Indonesia,” ujarnya mengingatkan.

Padahal, Agung justru berseloroh, jika terjadi penundaan Pemilu 2024 justru akan menunjukkan kegagalan pemerintahan Jokowi untuk menjamin berlangsungnya proses demokratisasi yang telah diatur lewat konstitusi negara, undang-undang, dan peraturan yang berlaku.

“Jadi persoalan demokratisasi ini yang lebih penting diwaspadai karena Indonesia diambang darurat demokrasi akibat mabuk berat kekuasaan di segelintir elit politik,” tandasnya mengakhiri keterangan.

(bm/bus/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular