JAKARTA – Setelah polemik kenaikan harga tiket pesawat dan menyita perhatian publik hingga menimbulkan turunnya okupansi perjalanan penumpang selama momen mudik dan libur lebaran, kini rupanya pemerintah kembali membuat kejutan yang berpotensi menjadi polemik kembali.
Pemerintah kembali menurunkan tiket pesawat. Bedanya, kali ini penurunan itu untuk jenis maskapai no frill atau Low Cost Carrier alias pesawat berbiaya rendah. Tak pelak publik pun memberikan respon. Melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menampung berbagai keluhan publik konsumen terkait kebijakan pemerintah tersebut. Menurut YLKI melalui Tulus Abadi sang Ketua Pengurus Harian menyatakan bahwa jika tujuannya untuk mendorong agar tiket pesawat lebih terjangkau masyarakat, maka upaya pemerintah tersebut patut diapresiasi.
“Ya patut diapresiasi. Diharapkan intensitas masyarakat untuk terbang lebih meningkat karena tarifnya lebih terjangkau. Memang selama 6 bulan terakhir semua maskapai menggunakan “tarif tinggi”, termasuk maskapai kategori LCC. Dampaknya jumlah penumpang turun signifikan,” papar Tulus kepada awak media, Jumat (21/6/2019) siang.
Namun, menurut Tulus, jika dicermati secara mendalam, intervensi pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat adalah bentuk anomali, bahkan inkonsistensi, khususnya terhadap kebijakan formulasi tiket pesawat, yang berbasis TBA (Tarif Batas Atas).
“Penyebabnya untuk maskapai full services dan atau LCC, belum ditemukan kasus adanya pelanggaran TBA. Jadi apa salahnya mereka menggunakan tarif tinggi yang notabene mengacu pada TBA yang dibuat oleh pemerintah sendiri?” tanya Tulus retoris.
Argumen pemerintah menurunkan tiket pesawat adalah dalam rangka memerhatikan keberlangsungan maskapai tetapi justru pemerintah terkesan mau menangnya sendiri. Hal tersebut menurut Tulus terlihat dari langkah pemerintah yang tidak mau sharing of burden.
“Oke, komponen tarif pesawat diturunkan, tetapi pemerintah tidak berkontribusi langsung untuk menurunkan besaran tiket pesawat. Dalam hal ini, seharusnya pemerintah menghapus PPN pada tiket pesawat. Dihapuskannya PPN tiket pesawat, otomatis akan menurunkan besaran tiket pesawat secara signifikan. Itu jika pemerintah ingin berempati pada masyarakat konsumen, dan juga maskapai,” ujar Tulus.
Selain itu, Tulus juga menekankan pada indikasi adanya praktik kartel. Jika benar indikasi tersebut menurutnya, seharusnya pemerintah fokus untuk membongkar hal tersebut terlebih dahulu,”Pemerintah bisa mendorong dan bersinergi dengan KPPU untuk mempercepat hasil penyelidikannya terkait adanya dugaan praktik kartel setelah terjadi duopoli antara Garuda Group dengan Lion Group?” katanya.
YLKI juga menegaskan agar pemerintah juga menghentikan wacana mendatangkan maskapai asing untuk melayani penerbangan domestik. Menurut Tulus, praktik tersebut tidak lazim di dunia penerbangan manapun di dunia dan berpotensi menabrak banyak regulasi baik nasional dan atau internasional.
“Seharusnya pemerintah fokus untuk menata industri penerbangan nasional agar lebih efisien, mempunyai keberlanjutan finansial yang baik, mempunyai daya saing tinggi di tingkat global, plus endingnya makin optimal dalam meningkatkan pelayanan pada konsumennya. Bukan malah ngrecokin!” tandas Tulus.
(bm/bti)