JAKARTA – Indonesia melalui 3 bank BUMN yakni Bank Mandiri, BRI dan BNI telah meneken hutang baru dari Cina senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 42 triliun. Penandatanganan pinjaman tersebut dilakukan direktur utama dari ketiga bank milik negara itu dan disaksikan oleh Menteri BUMN, Rini M Soemarno, Rabu (16/9) di Beijing, Cina. Tentu saja, kebijakan hutang baru ini memicu keresahan dan kritik keras publik. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean. Rini selaku wakil pemerintah diminta memberikan keterangan agar keresahan publik mereda.
“Menteri BUMN kami sarankan segera merespon gelisahan publik atas utang baru 3 Bank BUMN dari Cina yang nilainya tidak kecil. Publik sangat resah atas pinjaman baru ini karena ketidaktransparanan proses pinjamannya. Koq tiba-tiba sudah ditandatangani,” ujar Ferdinand kepada Cakrawarta di Jakarta, Selasa (22/9).
Ferdinand menambahkan, Rini selaku wakil pemerintah harus menjelaskan ke publik atas syarat dan kondisi dari pinjaman tersebut baik syarat tertulis maupun tidak tertulisnya. “Karena publik yang menempatkan uangnya di 3 bank tersebut berhak tahu dan seluruh rakyat berhak mengetahui syarat yang dimintakan oleh Cina terhadap hutang baru tersebut. Apa yang diminta Cina? Jaminannya apa? pemamfaatan dana tersebut untuk apa? ini harus dibuka ke publik supaya publik tidak resah atas kejadian ini,” imbuhnya.
Ferdinand khawatir jika publik resah dan merasa simpanannya di 3 bank tersebut menjadi tidak aman, maka kerusuhan mungkin saja terjadi sehingga harus diantisipasi sedini mungkin. Pria berkumis ini heran atas sikap ‘ngotot’ Rini selaku menteri BUMN terkait kebijakan menambah hutang. Menurutnya ada sesuatu yang aneh dan janggal.
“Ini ada apa? apa ada kaitannya terhadap Kereta Api Cepat Jakarta Bandung yang mati-matian didukung oleh Rini? Apa ada kaitannya dengan rencana Garuda juga ngutang ke Cina? Sebaiknya menteri BUMN jangan mencampuradukkan semua demi kepentingan pribadi. Kita jadi curiga kenapa ngotot sekali menambah hutang, bukankah hutang yang semakin besar tidak aman bagi negara? dan tentu saat ini bukan waktu yang tepat berutang karena gejolak nilai tukar kita masih terus menurun. Jangan2 benar kata orang, sales kartu kredit aja dapat fee, sales kredit tanpa agunan dapat fee, masa sales utang raksasa tidak dapat fee? nah Mentri BUMN harus menjawab pertanyaan2 publik ini supaya semua transparan,” sambung Ferdinand.
Menurut Ferdinand, pemerintah tidak bisa begitu saja melakukan kebijakan pinjaman hutang, mengingat beban tersebut kelak akan menjadi beban rakyat bukan beban pemerintah khususnya pribadi menteri BUMN. Karenanya penjelasan atas hal ini menjadi urgen dilakukan.
“Sekali lagi kami meminta kepada menteri BUMN agar segera menjawab keresahan publik atas hutang baru 3 bank BUMN tersebut,” pungkasnya.
(fh/bti)