Thursday, October 10, 2024
spot_img
HomeEkonomikaSKK Migas Tekan Jokowi Soal Blok Masela?

SKK Migas Tekan Jokowi Soal Blok Masela?

Pernyataan Pers Kepala SKK Migas yang diterbitkan Rabu (16/3/2016) dinilai sebagai intervensi terhadap Presiden Joko Widodo. (foto: istimewa)
Pernyataan Pers Kepala SKK Migas yang diterbitkan Rabu (16/3/2016) dinilai sebagai intervensi terhadap Presiden Joko Widodo. (foto: istimewa)

 

JAKARTA – Blok Masela di Indonesia Timur itu bak bidadari cantik yang menawarkan gairah bagi siapapun. Kandungan gas alam yang berlimpah sehingga kerap kandungannya dinilai “abadi” tentu menjadi incaran para pihak terutama kaum kapitalis untuk bisa ikut mencicipinya. Bisa secara tak langsung dapat pula dengan memakai tangan-tangan pihak ketiga.

Terbaru, Rabu (16/3/2016), Kepala SKK Migas, Amin Sunaryadi yang memiliki kewenangan untuk mengelola sektor minyak dan gas di tanah air khususnya dalam kaitannya dengan Blok Masela yang kaya gas alam ini mengeluarkan pernyataan pers yang intinya semacam memberikan “warning” kepada Pemerintah agar segera mengambil keputusan tentang Plan of Development (POD) Blok Masela yang diajukan pihak Inpex dan Shell. Argumentasi dari SKK Migas atas ketidakpastian itu dikhawatirkan akan terjadi downsizing tenaga ahli Inpex dan Shell di Indonesia hingga 40%. Dalam edaran pers itu SKK Migas khawatir akan terjadi lay off.

Dalam kaitannya dengan hal itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara meminta agar Pemerintahan Jokowi-JK segera menertibkan dan memberi peringatan kepada Kepala SKK Migas yang dinilai telah menekan pemerintah. Padahal menurut Marwan, kepastian pembangunan Blok Masela saat ini masih dalam tahap evaluasi dan kajian yang intensif guna memilih apakah pembangnan kilang LNG akan di lakukan di darat (skema onshore) atau di laut (skema offshore, FLNG).

“Kepala SKK Migas mengungkap tentang potensi terjadinya downsizing personil dan lay off karyawan oleh Inpex, reposisi karyawan oleh Shell, serta tertundanya investasi selama 2 tahun, jika POD Blok Masela tidak segera disetujui Presiden Jokowi. Dengan latar belakang informasi tersebut, SKK Migas tampaknya telah bertindak lebih menyuarakan kepentingan kontraktor Blok Masela, Inpex dan Shell, dibanding kepentingan negara dan rakyat yang seharusnya dilindungi dan diperjuangkan oleh SKK Migas,” ujar Marwan Batubara dalam keterangan yang diberikan kepada cakrawarta.com, Kamis (17/3/2016) siang.

Marwan Batubara menilai, melalui penerbitan press release tersebut, SKK Migas telah menggunakan ruang publik meminta Presiden Jokowi untuk segera menyetujui revisi POD skema offshore (FLNG) yang direkomendasikan oleh SKK Migas beserta Inpex dan Shell senilai US$ 14 miliar. Marwan menambahkan SSK Migas mestinya sangat paham keputusan pembangunan skema offshore atau onshore Blok Masela masih belum diputuskan Presiden Jokowi.

“Apalagi, dengan adanya perbedaan pendapat yang tajam tentang skema antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Kordinator Maritim, maka proses pengambilan keputusan mestinya dilakukan tertutup oleh Presiden dan anggota kabinetnya, tanpa boleh diintervensi oleh pejabat/lembaga negara lain di luar anggota kabinet tersebut,” imbuh Marwan.

Sehingga, dari ketergesaan pernyataan pers yang dilakukan pihak SKK Migas menunjukkan kesan kuat bahwa SKK Migas telah bertindak diluar kelaziman, memaksakan kehendak, dan melanggar tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang mewakili pemerintah dalam pelaksanaan aspek-aspek kontraktual dan pengawasan kontrak-kontrak migas.

Padahal di sisi lain, menurut Marwan, Pemerintah memiliki prosedur pengambilan keputusan yang harus diikuti dan dipatuhi melalui proses yang prudent dan akuntabel, serta diatur dalam UU, sehingga prosedur tersebut menghasilkan keputusan yang sesuai dengan kepentingan negara dan rakyat. Karenanya, IRESS meminta Pemerintah bisa bekerja independen serta tetap menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia dalam pengambilan keputusan pengembangan Blok Masela.

“Amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara dan rakyat harus menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan. Presiden Jokowi harus membebaskan proses pengambilan keputusan dari berbagai intervensi dan tekanan yang datang dari berbagai pihak di luar pemerintahan. Karena itu, IRESS meminta agar Presiden Jokowi tidak terpengaruh terhadap sikap Kepala SKK Migas tersebut,” tegas Marwan.

Pemerintah pun, menurut IRESS tidak perlu khawatir atau takut jika Inpex dan Shell mengancam untuk memutus kontrak atau hengkang dari rencana pengembangan Blok Masela. Dari berbagai data dan informasi yang terbuka diakses publik dan sumber-sumber yang terpercaya, IRESS telah melakukan kajian tentang perhitungan biaya pengembangan Blok Masela secara tekno-ekonomis. Dari kajian tersebut, Marwan menjelaskan bahwa biaya pengembangan Masela melalui skema onshore diperkirakan 15%-20% lebih murah dibanding skema offshore.

Marwan juga memaparkan, jika aspek sosial-politik, budaya dan hankam diperhitungkan, termasuk aspek multiplier effect, maka pembangunan Blok Masela melalui skema onshore merupakan pilihan yang sangat layak untuk diimplementasikan.

“Sejalan dengan kajian ini, IRESS merekomendasikan agar Presiden Jokowi menetapkan Blok Masela dikembangkan melalui skema onshore,” tambah Marwan.

Meskipun IRESS meyakini bahwa skema onshore merupakan pilihan yang lebih layak berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan hingga saat ini, termasuk kajian oleh KK Maritim dan Kantor Staf Kepresidenan, namun guna meyakinkan Presiden, kajian ulang dapat pula dilakukan. Untuk itu, pihak IRESS merekomendasikan agar Pemerintahan Jokowi-JK membentuk tim khusus yang melibatkan seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait, bersama sejumlah unversitas, untuk membuat kajian-ulang yang komprehensif berdasarkan pertimbangan seluruh aspek terkait, perihal pemilihan skema pembangunan Masela.

“Pengembangan Masela harus mempertimbangkan kepentingan ketahanan energi dan kepentingan strategis nasional melalui partisipasi BUMN. Perpanjangan kontrak yang diminta kontraktor (dari 2028 menjadi 2048) akibat penundaan pengembangan yang terkesan sudah “disengaja” oleh Inpex dan Shell, seharusnya hanya direstui jika Pertamina mendapat alokasi saham Masela sekitar 20%-25%. Selain itu, BUMD Maluku harus memperoleh 10% saham di Blok Masela, namun implementasi pemilikan saham tersebut dijalankan melalui pembentukan konsorsium BUMD dengan Pertamina,” pungkasnya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular