Thursday, May 9, 2024
HomePolitikaRempang Dan Kasus Klaim Atas Teritori Indonesia di LCS, Ketum PDKN: Batalkan...

Rempang Dan Kasus Klaim Atas Teritori Indonesia di LCS, Ketum PDKN: Batalkan Semua Kerjasama Dengan China!

Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara, Dr. Rahman Sabon Nama. (foto: Cakrawarta)

JAKARTA – Ketua umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama meminta DPR/DPD RI dan rakyat Indonesia mendesak pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang atau membatalkan semua hubungan kerjasama dengan China. Hal tersebut sehubungan dengan klaim Nine Dashed Lines overlap ZEE dan Landasan Kontinen Indonesia terhadap wilayah Indonesia di Pulau Rempang dan Natuna Utara di Laut China Selatan.

“Kenapa semua pimpinan partai politik pada diam tidak ada satupun ketua umum parpol dan para calon presiden 2024, yang bicara ketika China mengklaim teritori NKRI adalah wilayahnya. Jangan hanya sekedar teriak …NKRI harga mati…tetapi ketika kedaulatan RI diklaim China kok semuanya mingkem, hanya ribut masalah Capres/Cawapres ,mana nasionalisme semua Parpol itu,” tegas Rahman mengawali pernyataannya pada media ini, Minggu (24/9/2023).

Rahman juga mempertanyakan kemana peran Menkopolhukam Mafud MD, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Panglima TNI Yudo Margono, mengingat hal ini, menurutnya, menyangkut kepentingan hak berdaulat Indonesia.

“Juga menyangkut ekonomi atas sumber daya alam di ZEE dan landas kontinen Indonesia di Laut China Selatan baik dari aspek energi maupun perikanan yang tidak boleh dikompromikan Indonesia,” imbuh Rahman.

PDKN, lanjut Rahman, setelah menyerap aspirasi dari para raja sultan dan masyarakat, sangat menyesalkan atas peristiwa yang belakangan terjadi terhadap rakyat Indonesia khususnya suku bangsa Melayu di wilayah pulau Batam, Rempang,
Galang (Barelang) Kepulauan Riau dimana saat ini dinilainya telah menjadi isu global.

Rahman mempertanyakan mengapa justru masyarakat Melayu Rempang yang diusir dari tanah kelahirannya. Mereka suku Melayu Riau memiliki ikatan etnisitas sosial, kultural, antropologis maupun ontologis sesama suku bangsa Melayu Asia Tenggara yaitu Malaysia, Brunai Darussalam, Kesultanan Sulu di Mindanao Philipina, Kamboja, Kesultanan Pattani Thailand dan Vietnam.

“Tidak salah apabila raja sultan Melayu Asia Tenggara mendesak pemerintahannya masing-masing untuk ikut campur tangan atas tragedi kemanusiaan berupa upaya pengusiran paksa 18.000 jiwa penduduk dari 16 perkampungan tua di Pulau Rempang yang secara turun temurun telah mendiami alas hak tanah adat eks kerajaan Lingga dan Kerajaan Siak Sri Indrapura sejak dari tahun 1625-1724. Ini jauh sebelum negara Indonesia ini ada, baru lahir tahun 1945,” tukasnya menambahkan.

Rahman melanjutkan bahwa peristiwa terjadinya penekanan luar biasa terhadap suku Melayu di pulau Rempang dengan melibatkan aparat TNI/Polri hanya untuk melindungi kepentingan bisnis Investasi RRT China untuk membangun kawasan resort dan industri manufaktur tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Termasuk pernyataan Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) TNI Moeldoko yang meminta masyarakat suku Melayu Rempang menyerahkan lahannya secara sukarela, sangat disayangkan.

“Harus dipahami bahwa dalam hukum tanah adat atau tanah swapraja alas hak tanah milik suku Melayu Barelang (Batam, Rempang ,Galang) tidak perlu mereka bikin Sertifikat karena Hukum Adat itu sendiri sudah menjadi Hukum Dasar warga masyarakat Melayu Barelang. Hukum Agraria dan Pertanahan baru terbentuk tahun 1960 dan hukum Agraria dibuat untuk memperkuat Hukum Tanah Adat yang tidak bisa diganggu gugat oleh pemerintah dan oleh siapapun. Negara tidak memiliki hak atas tanah, negara hanya diberikan hak mengelola atas perintah konstitusi UUD 1945 dan atas sila kedua dan sila kelima Pancasila,” tegas Rahman sekali lagi.

Rahman mengatakan bahwa masalah pertahanan negara adalah masalah seluruh komponen bangsa sehingga perlu adanya dukungan rakyat termasuk suku Melayu Rempang untuk memperkuat komponen utama TNI dalam mempertahankan keutuhan NKRI apabila Indonesia diserang oleh negara asing dari LCS.

“Sistim pertahanan negara kita adalah pertahanan semesta dalam pertempuran modern bukan hanya urusan TNI semata melainkan masalah seluruh rakyat ternasuk suku Melayu Rempang,” jelas alumnus Lemhanas RI itu.

Karena itu, atas klaim sepihak terhadap teritori Indonesia oleh China itu, Rahman meminta agar pemerintah Indonesia membatalkan semua kerja sama dengan China, sampai mereka mencabut klaimnya atas wilayah Indonesia berdasarkan hukum laut Internasional UNCLOS 1982 yang diakui dunia dan juga telah ditandatangani China sendiri.

“Parahnya, klaim itu dinyatakan kembali pada KTT ASEAN 2023 di Jakarta. Anehnya, kenapa pemerintahan Jokowi diam saja,” tanya Rahman retoris.

“Kita harus ingat bagaimana Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari kedaulatan Indonesia di era Presiden Megawati. Dan sekarang di era pemerintahan petugas partai PDIP Megawati, agar berhati-hati,” pinta Rahman.

Lepasnya kedua Pulau Sipadan dan Ligitan itu, lanjutnya, harus menjadi pelajaran pemerintah dan tidak boleh terulang lagi.

“Kenapa bisa lepas?” ungkap Rahman.

Dari data yang diperolehnya, dari salah seorang rekannya seorang Jenderal Bintang Tiga TNI AL disebutkan bahwa tahun 2002, kedua pulau itu tidak ujug-ujug lepas, tetapi melalui suatu proses yang panjang sejak tahun 1967, era presiden Soeharto.

Melalui Keputusan Mahkamah Internasional, lanjutnya, memakan proses panjang selama 35 tahun, akhirnya secara dramatis tahun 2002 diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia.

“Kisahnya sangat heroik dengan peran TNI AL dalam menjaga keutuhan kedaulatan wilayah NKRI atas kedua pulau itu, dan harus menjadi contoh untuk patut diteladani oleh pemerintahan Jokowi” ujarnya.

Rahman menceritakan bagaimana pada 1994, Gugus Tugas 8 unit Kapal Perang KRI dalam Gugus Tugas TRISILA secara heroik mempertahankan Sipadan dan Ligitan yg sedang disengketakan. Dimana pada siang hari melakukan manuver taktis perang laut dalam susunan Formasi-5, dipimpin oleh Mayor AL Ari Soedewo dari KRI ARUN. Operasi Itu berhasil mengusir Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) KRI berhadapan dengan Kapal Perang Malaysia dari Lintang 10 U, sampai keluar melewati Lintang 10 derajat, 10 menit di perairan Sipadan dan Ligitan.

“Mungkin pelajaran ini penting diketahui Panglima TNI Yudo Margono dan KASAL Mohammad Ali. Hemat saya perlu juga menimba cerita ulang dari mantan TNI AL Ari Soedowo bagaimana secara heroik mereka mempertahankan pulau Sipadan dan Ligitan guna bisa memberi pelajaran pada China atas klaim sepihak Nine Dashed Lines China Overlap ZEE dan Landas Kontinen Indonesia karena menyangkut hak berdaulat atas NKRI,” pintanya lagi.

Maka, Rahman mengingatkan pada pemerintahan Jokowi bahwa China berupaya menanamkan hegemoninya di Indonesia bertopeng investasi untuk mencaplok wilayah Barelang (Batam, Rempang, Galang) Kepulauan Riau.

“Tak lebih dari upaya strategis China untuk melegalisasi klaim atas gugusan pulau Rempang dan Natuna Utara merupakan wilayah teritori China dii Laut Cina Selatan (LCS). Maka hubungan kerjasama dengan China absolut harus dibatalkan,” tandasnya mengakhiri keterangan.

(bm/bus)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular