JAKARTA – Analis politik senior Dr. Rahman Sabon Nama mencermati rumor yang sedang viral di media publik Mahkamah Konstitusi (MK) mengintervensi keputusan Pemilu untuk sistem proporsional tertutup yaitu pemilih hanya memilih tanda gambar Parpol bukan memilih aaleg atau calon anggota DPR/DPRD.
Menurutnya, apabila hal tersebut benar terjadi, justru semakin menciderai citra pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di tengah berjalannya proses pendaftaran pencalonan anggota DPR/DPRD oleh partai politik dan memasuki babak akhir daftar calon sementara untuk kemudian diresmikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Rahman mengatakan bahwa keputusan sistem Pemilu adalah haknya eksekutif (Presiden) dan legislatif DPR bukanlah hak Yudikatif Mahkamah Konstitusi.
“Apalagi situasi negara dalam keadaan aman-aman saja. Bukan dalam situasi KEDARURATAN,” jelas Ketua umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) itu pada media ini, Kamis (1/62023).
Celakanya, ujar Rahman, di Senayan hanya fraksi PDIP yang bungkam dirampok haknya. Oleh karena itu, Rahman berharap agar eksekutif dalam hal ini Presiden Jokowi harus menjawab rumor yang sedang ramai di ruang publik tersebut.
“Presiden Jokowi harus menjawab rumor agar tidak dicurigai publik bahwa pemerintah pura-pura tuli dan diduga kuat merupakan setingan dari pemerintah,” tegasnya.
Menurut Rahman, sinyalemen akan adanya putusan MK terkait proposional tertutup sebetulnya merugikan pemerintahan Jokowi karena akan menimbulkan polemik politik dagang sapi.
“Artinya memilih tanda gambar maka untuk masuk menjadi calon anggota DPR, seorang harus memberikan upeti atau membayar pada pimpinan Parpol peserta Pemilu 2024,” ujarnya.
Demokrasi yang menghasilkan seorang calon pemimpin dan pejabat publik dengan sistem dagang sapi jual beli jabatan seperti itu, lanjut Rahman, akan melahirkan pemerintahan yang lemah atau pemimpin boneka yang tidak memiliki kapasitas dan tidak amanah.
“Hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal oligarkis, model rekruitmen pemimpin dan jabatan publik dengan model demokrasi seperti ini harus segera dihentikan,” tandasnya.
Rumor yang berkembang luas seperti itu, hemat Rahman, akan menimbulkan spekulasi negatif sehingga membuat kondisi politik dan keamanan nasional dan situasi negara semakin kacau.
“Bisa berdampak negatif terhadap pemerintahan Jokowi. Jangan salahkan publik bila beranggapan pemerintahan Jokowi telah mengangkangi demokrasi Pancasila dan konstitusi,” tukasnya.
Oleh karena itu, Rahman berharap Menko Polhukam Prof. Mahfud MD segera bersikap untuk mengklarifikasi atas gonjang-ganjing putusan MK tersebut.
Di lain pihak, Rahman menduga, kemungkinan PDIP punya kepentingan atas pemberlakuan proporsional tertutup dengan mencoblos tanda gambar Parpol bertujuan.
“Untuk melindungi caleg-caleg PDIP yang berpotensi tidak dipilih rakyat karena berlatar belakang eks koruptor, anak turunan eks PKI dan Caleg WNI China,” duganya.
Rahman menilai sistem politik dagang sapi memang menjadi salah satu interaksi politik yang akhirnya lumrah terjadi paska UUD 1945 diamandemen.
“Terlepas bantah-membantah terkait putusan prposional tertutup oleh MK itu, mungkin saja praktek politik dagang sapi mereka praktekkan, walau mengaku partainya bersih dari politik dagang sapi. Tetapi yang jelas yang mengerjakan itu adalah orang-orang yang tidak bermoral dan tidak memikirkan kepentingan nasional dan rakyat Indonesia yang lebih besar,” paparnya.
Karena itu, carut-marut penyelenggaraan negara yang terjadi saat ini mendorong PDKN bersama raja sultan Nusantara dan para pemangku adat, ulama dan purnawirawan TNI/Polri melakukan silaturahmi kebangsaan pada 15 Mei 2023 lalu, di Wisma Haji Cempaka Putih Jakarta membentuk Panitia17 PPKI atau Panitia Penyelamat Kedaulatan Indonesia dengan salah satu agendanya yaitu menuntut diberlakukannya kembali UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945.
“Pada kesempatan ini saya meminta agar masing-masing Tim Sukses pendukung para bakal calon presiden ikut mendorong agar para kandidat tersebut untuk membuat komitmen politik tertulis apabila terpilih menjadi presiden/wakil presiden bahwa mereka akan mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945 secara murni dan konsekuen,” pungkas pria asal pulau Adonara NTT itu.
(bm/bus)




