Friday, April 19, 2024
HomeInternasionalProses 8 Tahun, TKW Satinah Berhasil Dipulangkan

Proses 8 Tahun, TKW Satinah Berhasil Dipulangkan

Direktur Perlindungan WNI Kemenlu RI, Lalu Muhammad Iqbal.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu RI, Lalu Muhammad Iqbal.
 
JAKARTA – Setelah perjuangan panjang pemerintah selama 8 tahun, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, akhirnya berhasil pulangkan ke tanah air Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Satinah binti Jumadi Amad, yang terancam hukuman mati asal Ungaran. Upaya diplomatik terakhir untuk membebaskan Satinah dilakukan saat kunjungan Menlu RI, Retno L P Marsudi ke Arab Saudi pada Mei lalu.
 
“Dalam kunjungan tersebut Menlu Retno menyampaikan harapan agar Satinah yang telah telah membayar diyat dan mendapatkan pemaafan dari ahli waris korban melalui pengadilan hak khusus dapat dibebaskan dari ancaman hukuman mati di persidangan hak umum,” ujar Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/9).
 
Satinah mendapatkan pemaafan (tanazul) melalui mekanisme pembayaran diyat sebesar SR 7 juta (sekitar Rp 21 miliar) yang dibayarkan bulan Mei 2014 lalu. Namun demikian, mendapatkan pemaafan dari ahli waris melalui pembayaran diyat tidak dengan sendirinya membebaskan Satinah dari ancaman hukuman mati karena Satinah masih harus menjalani ancaman hukuman mati di pengadilan hak umum, baik untuk pidana pembunuhan dan 2 pidana lainnya yaitu pencurian dan zina muhson.
 
“Kasus ibu Satinah ini adalah pelajaran berharga bagi kita bahwa pembayaran diyat memang membuka peluang lebih besar bagi pembebasan WNI terancam hukuman mati di Arab Saudi, tapi tidak dengan sendirinya membebaskan terdakwa dari tuntutan hukuman mati di pengadilan hak umum. Dengan demikian, diyat mestinya tidak menjadi solusi utama.” imbuh Iqbal.
 
Sekedar info, Satinah yang sejak setahun terakhir terserang stroke tiba di Jakarta pada hari ini (2/9) pukul 11.05 dengan Saudi Airlines SV 822, didampingi Atase Hukum dan pejabat Konsuler KBRI Riyadh. Kedatangan Satinah selain disambut wakil direktur perlindungan WNI, Krishna Djelani, juga disambut oleh puterinya, Nur Afriana, yang secara khusus didatangkan oleh Kemenlu dari Ungaran.
 
Proses pemulangan Satinah dimulai setelah adanya pemberitahuan pada Minggu (30/8) dari Pengacara KBRI Riyadh, Radhwan Al Musigeeh. Ia mengkonfirmasi bahwa nota banding Jaksa Penuntut Umum ditolak oleh hakim dalam persidangan hak khusus. Dengan demikian, keputusan hakim yg hanya mengganjar penjara 8 tahun bagi Satinah untuk 2 tindak pidana dengan sendirinya menjadi ketetapan dan Satinah dapat segera dipulangkan.
 
“Mendengar informasi tersebut wakil duta besar segera perintahkan kami untuk mengurus administrasi keimigrasian yang seringkali menjadi kendala pemulangan. Namun karena diplomasi yang dilakukan sebelumnya oleh Menlu RI, upaya kami dimudahkan oleh otoritas setempat”, ujar Atase Hukum KBRI Riyadh, Muhibuddin.
 
Setibanya di Jakarta Satinah akan langsung dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lanjutan sebelum nantinya dipulangkan dan dirawat di Ungaran. Untuk penanganan pasca tiba di Jakarta, Kemenlu telah berkoordinasi dengan BNP2TKI dan Pemda Jawa Tengah. Sekedar info, Satinah binti Jumadi Amad (43 tahun) divonis hukuman mati (qishas) karena terbukti melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Nurah Al Gharib (70 tahun), pada 26 Juni 2007.
 
Dengan berlanjutnya kasus Satinah ke pengadilan hak umum sejak Mei 2014, Kemenlu terus memperjuangkan pembebasan Satinah dari ancaman hukuman mati antara lain dengan meminta Atase Hukum KBRI Riyadh menyusun strategi baru, termasuk dengan mengganti pengacara yang menangani kasus tersebut, memfasilitasi kunjungan keluarga dan melakukan diplomasi perlindungan WNI yang lebih intensif.
 
Selama 8 tahun Satinah mendapatkan pendampingan dari 4 pengacara yang berbeda, terakhir oleh Ridhwan Al Musyaigeeh bersama dengan pengacara in-house KBRI Riyadh, Muhammad Ahmad Al Qorni. Selama kurun waktu tersebut Pemerintah juga memfasilitasi kunjungan keluarga sebanyak 4 kali dan kunjungan ke penjara oleh pejabat KBRI maupun Kemenlu lebih dari 90 kali.
 
Sementara itu upaya diplomatik yang dilakukan antara lain lebih dari 5 kali surat Duta Besar kepada Raja, terakhir oleh Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir, yang saat itu menjabat Duta Besar di Riyadh. Selain itu juga penyampaian surat Presiden kepada Raja Arab Saudi sebanyak 3 kali, kunjungan utusan khusus Presiden RI ke Arab Saudi sebanyak 3 kali dan puncaknya adalah kunjungan Menlu Retno ke Arab Saudi bulan Mei lalu yang diterima langsung oleh Raja Salman dan Menteri Luar Negeri Arab Saudi.
 
Dari upaya-upaya tersebut Pemerintah berhasil menunda eksekusi sebanyak 5 kali dan menurunkan besarnya tuntutan diyat sebanyak 2 kali dari yang semula SAR 15 juta menjadi SAR 10 juta dan terakhir SAR 7 juta.
(msa/bti).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular