Program pembangunan yang sangat masif dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK di seluruh pelosok negeri, menjadi catatan sejarah khusus bagi bangsa dan negara kita. Semua program percepatan pembangunan ini membutuhkan dana investasi yang luar biasa besarnya. Karena misi dan semangatnya adalah percepatan pembangunan, pemerataan ekonomi dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka tidaklah heran jika terjadi juga percepatan pertumbuhan utang luar negeri kita. Perhitungan ekonomi membuktikan bahwa tidaklah mungkin pembiayaan seluruh investasi dan pembangunan ketertinggalan infrastruktur ini sepenuhnya dibiayai oleh pungutan pajak.
Sebaliknya, akan sangat riskan bagi masa depan generasi penerus bangsa kita, jika semuanya dibiayai dengan utang, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Utang yang bersumber dari dalam negeri relatif mudah dikendalikan karena pemerintah (negara) berutang kepada rakyatnya sendiri. Tetapi yang sangat perlu diwaspadai dan bisa membahayakan adalah pesatnya pertumbuhan utang luar negeri kita.
Pemerintahan Jokowi-JK perlu bekerja keras untuk menggerakkan seluruh sektor pendapatan negara yang bukan berasal dari pajak. Salah satunya adalah pemberdayaan dan profitisasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimiliki bangsa kita. Peran sentral BUMN sebagai salah satu pahlawan ekonomi bagi bangsa dan negara kita sangat perlu dimaksimalkan. Kita mengakui bahwa sepenuhnya benar, jika dikatakan peran sektor usaha swasta sangat penting dalam perekonomian bangsa kita. Akan tetapi, harus diingat juga bahwa hingga kapanpun, aset dan modal kapital sektor swasta itu tidak memiliki kewarganegaraan. Mereka bisa dan siap selalu terbang ke negara manapun yang paling bisa memberikan keuntungan dan perlindungan maksimal baginya. Berbeda dengan peranan vital dan strategis BUMN. Hingga kapanpun, BUMN akan tetap selalu berwarna merah putih dengan kewarganegaraannya yang tegas dan jelas sepenuhnya milik bangsa Indonesia.
Penyelamatan, Pemberdayaan dan Profitisasi BUMN
Langkah pertama yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia adalah penyelamatan dan pengamanan seluruh aset-aset BUMN. Pemerintahan Jokowi-JK dan siapapun yang memimpin bangsa dan negara ke depan, perlu ekstra waspada karena sejak era reformasi 1998 tercatat hampir seluruh BUMN mengalami ‘delusi aset’ yang luar biasa fantastis nilainya. Lepasnya aset-aset strategis BUMN paska reformasi ini, dilaksanakan dengan cara yang seksama, sangat terorganisasi dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Modus operasinya merupakan tindak pidana yang paling samar dan kasat mata yang dilakukan oleh orang-orang yang sangat terpelajar dan memiliki kekuasaan sangat tinggi di negara kita. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini sangat dibanggakan-pun tampaknya masih tergagap-gagap, seolah-olah layu dan kehilangan akal serta cara, untuk bisa menjerat para pelaku pengambil-alihan aset-aset penting BUMN ini. Jika ditaksasi kerugian bangsa dan negara akibat raibnya aset seluruh BUMN, nilainya sangat spektakuler. Bisa mengalahkan seluruh korupsi sistematis yang pernah diungkap di negara kita. Bahkan jika dibandingkan dengan kerugian negara ratusan triliun rupiah yang terjadi dalam skandal BLBI, valuasi kerugian akibat skandal BLBI tersebut jadi kecil sekali. Seharusnya kejahatan kerah putih ini mencatat rekor kerugian yang paling dahsyat. Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN perlu berada di barisan terdepan memimpin operasi penyelamatan seluruh aset BUMN yang telah dijarah sejak era reformasi ini.
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan pemerintahan Jokowi-JK adalah pemberdayaan dan profitisasi seluruh BUMN. Presiden dan Wapres perlu mendukung dan mengawasi Menteri BUMN beserta seluruh jajarannya untuk ‘turun gunung’ selalu mendampingi dan mengawasi secara total seluruh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan seluruh Direksi BUMN, agar sungguh-sungguh amanah dan bekerja keras menjadi pahlawan ekonomi bagi bangsa dan negara. Langkah kongkritnya, sangat strategis dan taktis, jika Menteri BUMN setiap minggu bisa berkeliling secara bergantian ke kantor pusat masing-masing BUMN. Meluangkan waktu untuk duduk dan rapat bersama-sama jajaran Direksi dan Komisaris masing-masing BUMN. Rapat koordinasi Menteri BUMN bersama Direksi dan Komisaris/Pengawas BUMN difokuskan untuk mengaudit dan mencari solusi berbagai permasalahan yang sangat penting dan strategis yang dialami oleh masing-masing BUMN. Menteri BUMN didampingi Deputi Menteri BUMN yang terkait bisa pro aktif ikut mengambil peran untuk membantu hingga pada hal-hal dan masalah yang sulit dijangkau atau diselesaikan oleh para Direksi BUMN Kita. Apalagi jika terkait masalah yang membutuhkan sentuhan dan dukungan kekuasaan dari Presiden dan Wapres.
Seluruh BUMN harus mendapatkan ‘sentuhan langsung’ tanpa ada pengecualian. Mulai dari BUMN yang asetnya terbesar hingga yang terkecil. Mulai dari BUMN yang paling menguntungkan hingga yang paling merugikan bangsa dan negara. Semuanya membutuhkan perhatian dan ‘tangan dingin’ Menteri BUMN. Bahkan, fokus dan perhatian penuh Menteri BUMN beserta para Deputinya harus lebih banyak kepada semua BUMN yang mencatat kerugian bagi negara. Perlu diingat selalu logika akal sehat (common sense), bahwa hampir seluruh BUMN diproteksi oleh negara. Hampir semuanya bermain di pasar monopoli, duopoli, atau yang paling maksimal oligopoli. Adapun BUMN yang bertarung di pasar bebas, pasti selalu mendapatkan prioritas aset dan perlindungan yang terbaik dari negara. Tentu, sangatlah keterlaluan jika sudah diberikan modal dan proteksi yang begitu besar oleh pemerintah (negara), tapi BUMN Kita masih tetap saja merugi. Yang juga sangat perlu diperhatikan adalah salah satu penyakit kronis yang mewabah di kalangan BUMN, merasa sangat aman di zona nyaman (comfort zone).
Pada sisi lain, permasalahan yang dihadapi oleh Direksi BUMN memang semakin kompleks dan beraneka-ragam. Paska reformasi, masalah baru yang selalu menghantui para Direksi BUMN adalah ketakutan yang luar biasa untuk mengambil keputusan karena selalu memikirkan resiko pidana yang siap menjeratnya terkait delik pidana korupsi “menguntungkan” pihak lain. Padahal hukum abadi yang berlaku dalam bisnis adalah prinsip selalu saling menguntungkan (win-win solution). Para Direksi BUMN juga tergagap menghadapi banyaknya intervensi kepentingan pada era multipartai dan divergensi kekuasaan yang sekarang terjadi.
Jika pada masa Orde Baru seluruh kekuasaan negeri dikapitalisasi dan terpusat kepada peran sentral Golkar, maka yang terjadi sejak reformasi 1998, kekuasaan terdistribusi pada berbagai partai politik. Untuk membantu memperkuat kinerja seluruh Direksi dan Komisaris ini dibutuhkan peran strategis dan piawai dari figur Menteri BUMN yang bukan berasal (representasi) dari partai politik, tapi serba bisa, luwes dan memiliki jaringan dan akses yang luas dalam pentas politik dan kekuasaan di negeri ini.
Sebagai langkah final paska pemberdayaan dan profitisasi seluruh BUMN, bisa dijalankan langkah privatisasi atau penjualan sebagian saham BUMN yang semuanya sudah diprofitisasi hingga layak untuk go public. Tentu dengan ketentuan, bahwa kendali utama saham mayoritas seluruh BUMN tetap harus dikuasai oleh negara. Jadi, hanya sebagian saham minoritas yang bisa diprivatisasi kepada investor dalam dan luar negeri. Hasil penjualan sebagian saham BUMN yang telah diprofitisasi ini, dapat digunakan untuk membayar dan melunasi utang luar negeri.
Perlu selalu diingatkan agar Pemerintahan Jokowi-JK jangan sampai larut dan hanyut dengan ideologi pasar bebas. Teori Adam Smith yang mengatakan bahwa dalam ‘pasar bebas’ akan selalu ada ‘invisible hand‘ yang akan selalu melakukan peran penting menetralisasi agar ‘pasar bebas’ itu jujur, adil dan sempurna, telah terbukti gagal di seluruh negara di dunia. Yang terbukti ternyata adagium bahwa manusia itu akan selalu menjadi serigala bagi manusia lainnya. Itulah sebabnya ketidakadilan tetap ada bahkan terus menyebar ke seluruh dunia. Yang juga terbukti ternyata ‘pasar bebas’ itu justru membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Oleh karenanya, negara dan pemerintah Indonesia harus tetap selalu ada melindungi seluruh bangsa Indonesia. Memberikan perlindungan dan keberpihakan dalam bidang ekonomi kepada seluruh warganya, melalui peran vital, sentral dan strategis BUMN Kita.
JOHAN O SILALAHI
Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI)