
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah besar dengan merencanakan pembentukan Komite Reformasi Polri. Langkah strategis ini muncul sebagai respons atas tragedi unjuk rasa akhir Agustus lalu, yang kembali menyoroti kebutuhan mendesak evaluasi dan perbaikan menyeluruh di tubuh Kepolisian RI.
Komite ini nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.
“Ketika pembahasan RUU Kepolisian, hasil komite ini bisa menjadi rujukan,” ujar Wakil Ketua DPR Saan Mustopa di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, komite akan beranggotakan sekitar sembilan orang, termasuk mantan Kapolri. Salah satu nama yang sudah pasti bergabung adalah Mahfud MD, eks Menko Polhukam.
“Alhamdulillah beliau menyatakan kesediaan untuk ikut bergabung,” kata Prasetyo. Meski begitu, ia menegaskan susunan komite masih menunggu penetapan resmi, termasuk siapa yang akan ditunjuk sebagai ketua.
Gus Lilur: Reformasi Polri Harus Nyata, Bukan Seremonial
Rencana pembentukan komite ini mendapat sambutan positif dari pegiat anti-korupsi sekaligus tokoh Madura, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy (Gus Lilur). Ia menilai evaluasi dan perbaikan di tubuh Polri adalah keniscayaan.
“Kita semua mencintai institusi Kepolisian. Tapi ada hal-hal yang perlu diperbaiki agar Polri lebih profesional, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.
Namun, Gus Lilur mengingatkan agar reformasi Polri tidak berhenti pada wacana. Ia menyinggung maraknya dugaan tambang liar di Jawa Timur, terutama di Madura.
“Perlu penanganan serius. Jangan sampai reformasi hanya seremonial sementara di lapangan masih banyak praktik yang mencederai keadilan,” tegas pria yang juga Ketua Umum Netra Bakti Indonesia (NBI) itu.
Salah satu kasus yang ia soroti adalah dugaan penambangan galian C di kawasan Asta Tinggi, Sumenep, area wisata religi sekaligus tanah warisan keluarga keturunan raja.
Yayasan Panembahan Somala: Laporan Sudah Bertahun-Tahun
Ketua Yayasan Panembahan Somala (YPS), RB Moh Amin, membenarkan pihaknya telah melaporkan dugaan tambang liar di Asta Tinggi sejak 6 Februari 2023.
“Ada dua laporan: pertama ke Polres Sumenep, kedua ke Dirreskrimsus Polda Jatim. Tapi sampai sekarang aktivitas tambang tetap berjalan,” kata Amin.
Menurutnya, meski polisi sempat melakukan pengecekan lokasi pada 30 Desember 2024 dan melihat langsung aktivitas tambang dengan alat berat, tidak ada tindak lanjut berarti.
“Terakhir, pada 19 September 2025, kami masih melihat aktivitas tambang ilegal itu. Kami punya bukti foto dan video,” tegasnya.
Kasus tambang liar di Asta Tinggi menjadi gambaran nyata betapa mendesaknya reformasi Polri. Harapan besar kini tertuju pada Komite Reformasi Polri agar tidak hanya menghasilkan rekomendasi di atas kertas, tetapi benar-benar menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu. (*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi