JAKARTA – Ijin ekspor konsentrat PT Freeport kembali akan berakhir pada akhir Januari 2016. Sesuai kesepakatan dalam MoU bahwa semestinya Freeport sudah harus mengajukan permohonan perpanjangan ijin ekspor konsentrat kepada pemerintah.
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean, perpanjangan ijin ekspor tersebut dilakukan setiap 6 bulan mengacu pada MoU antara pemerintah dengan Freeport dengan syarat ada kemajuan dalam pembangunan smelter.
“Namun apa yang terjadi, Freeport tidak pernah menunjukkan niat baiknya untuk pembangunan smelter tersebut sebagai amanat dari UU Minerba. Freeport keras kepala dan tidak menghormati hukum yang berlaku di negara ini maka layak dapat sanksi dan teguran keras bahkan hingga peringatan untuk memutus kontrak karena Freeport melanggar points kesepakatan dalam MoU maupun Kontrak Karya,” ujar Ferdinand di Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Ferdinand menambahkan, dalam pengajuan perpanjangan bulan ini, pihaknya mendesak pemerintah agar menetapkan syarat ketat kepada Freeport. EWI sendiri menyatakan ada 3 poin penting yang harus dipaksakan pemerintah kepada Freeport sebelum memberikan ijin ekspor. Pertama, pemerintah harus meminta uang jaminan pembangunan smelter yang harusnya sesuai progres minimal 50%. “Maka kita minta pemerintah memaksa Freeport memberikan dana USD 1 miliar kepada pemerintah sebagai jaminan pembangunan smelter yang saat ini masih 0%,” imbuhnya.
Poin kedua, pemerintah diminta agar segera memaksa Freeport membayarkan deviden yang belum dibayarkan sejak 4 tahun lalu. Ketiga, jika syarat itu tidak dipenuhi maka pemerintah harus menetapkan bea keluar sebesar minimal 15% untuk ekspor konsentrat Freeport dengan tambahan sanksi keras tidak akan melanjutkan operasi Freeport di Papua pasca 2021. “Ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah pemilik sumber daya alam yang sah dan negara ini berdaulat serta tidak bisa didikte oleh siapapun,” tegas Ferdinand.
Karenanya, EWI mendesak Presiden Joko Widodo untuk membuktikan keberpihakan pada bangsa dan tidak sekedar berbasa basi tentang nasib Freeport.
“Kita perlu tindakan konkret bukan cuma kata-kata yang menghibur,” ujar Ferdinand menutup keterangannya.
(bti)