SURABAYA – Prof. Dr. Martono Tri Utomo, dr. Sp.A(K), melakukan orasi ilmiah berdasarkan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Antibiotika yang Rasional pada Tatalaksana Sepsis Neonatorum”. Orasi itu ia sampaikan langsung ketika sidang terbuka pengukuhan guru besar dirinya dalam Bidang Ilmu Sepsis Neonatorum di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C Unair, Surabaya, Rabu (27/12/2023).
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis penyakit sistemik yang disebabkan oleh adanya bakteremia yang terjadi pada bulan pertama kehidupan. Insiden sepsis neonatorum telah diteliti pada beberapa negara, diperkirakan terdapat 1,3 juta hingga 3,9 juta kasus sepsis neonatorum pertahun dan 400.000 hingga 700.000 kematian pertahun pada seluruh dunia.
“Latar belakang saya melakukan penelitian ini adalah masih banyaknya Sepsis Neonatorum pada dunia, termasuk Indonesia. Hal itu seiring dengan, menanjak naiknya kuman antibiotik, sehingga perlu adanya peta kuman pada setiap daerah,” tutur Martono.
Martono menambahkan bahwa Sepsis Neonatorum dapat diklasifikasikan berdasarkan awitan terjadinya, yaitu menjadi sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat.
“Mayoritas, mendefinisikan mayoritas mendefinisikan sepsis awitan dini dengan sepsis yang terjadi pada usia kurang dari 72 jam yang berhubungan dengan transmisi vertikal. Sedangkan pada sepsis awitan lambat terjadi pada usia lebih dari 72 jam yang berhubungan dengan transmisi horizontal,” terangnya.
Pada Sepsis Neonatorum, lanjutnya, sebagian besar bayi menunjukkan tanda dan gejala yang abnormal dalam 24 jam pertama kehidupan. Beberapa rekomendasi, lanjutnya, untuk mendiagnosis sepsis awitan dini dapat dengan menggunakan algoritma Polin dan kalkulator sepsis.
“Pada RSUD Dr. Soetomo telah tersusun panduan praktik klinis dalam diagnosis dan tatalaksana sepsis neonatorum. Pada penelitian yang kami kerjakan pada RSUD Dr. Soetomo, kami mendapati bahwa anemia dan trombositopenia adalah dua profil hematologi yang paling sering ditemukan pada sepsis neonatorum,” tuturnya.
Martono memaparkan tentang penelitian tentang penggunaan terapi antibiotik secara empiris yang ia lakukan.
“Pilihan antibiotik lini pertama dalam penggunaan terapi empiris pada neonatus sesuai dengan pedoman pengendalian infeksi pada RSUD Dr. Soetomo adalah ampisilin iv dan gentamisin iv,” paparnya.
Selain mengatasi infeksi nosokomial dengan menggunakan antibiotik, lanjutnya, intervensi lain untuk mengurangi risiko sepsis juga penting.
“Penelitian kami mengenai hubungan pemberian ASI terhadap kejadian sepsis neonatorum pada bayi prematur dan BBLR menunjukkan bahwa bayi prematur dan BBLR memiliki risiko rendah menjadi sepsis neonatorum apabila mendapatkan ASI,” pungkasnya.
(pkip/mar/bti)