JAKARTA – Pengamat politik Emrus Sihombing menyatakan terkejut dengan rencana kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN dan RB) untuk merumahkan sejuta pegawai negeri sipil (PNS).
“Itu kebijakan tidak humanis dan tanpa mata hati. Karena itu, Presiden sebaiknya segera memanggil Menteri PAN dan RB agar menghentikan kebijakan tanpa empati itu,” ujar Emrus SSihombing pada redaksi, Jumat (3/6/2016).
Menurut Emrus, rencana Yuddy Chrisnandi itu tidak menghargai sama sekali pengorbanan yang telah ditorehkan oleh PNS yang selama ini mengabdi kepada negara di seluruh wilayah Indonesia, termasuk yang bertugas ke dan atau di daerah perbatasan sebagai wujud kesetiaan kepada negara.
Emrus memberikan contoh mengenai pengalaman satu tim dari kementerian tertentu yang sempat terancam nyawanya saat bertugas di Boven Digul 3 minggu lalu. Saat bertugas perahu kecil yang mereka tumpangi bocor dan menjadikannya terombang ambing di tengah laut.
“Itu salah satu dari kemungkinan jutaan pengalaman pengorbanan yang sangat luar bisa dari para abdi negara. Itulah sebabnya kriteria empat kuadran yg dibuat oleh KemenPAN dan RB sangat mengabaikan pengorbanan yang sudah dilakukan oleh para pegawai negeri kita,” papar Emrus.
Emrus menambahkan, para PNS itu telah mengabdikan dirinya bagi negara dan menyandarkan masa depan kehidupan keluarganya sebagai pegawai negeri. Sementara KemenPAN dan RB dinilai dengan sangat mudahnya membuat pengelompokan PNS dengan Empat Kuadran. “Ini sebagai tindakan terlalu menyederhanakan terhadap pengorbanan para pegawai negeri,” imbuhnya.
Menurut Emrus, Empat Kuadran tersebut hanya berlandaskan rasionalitas yang memandang pegawai negeri sama dengan faktor produksi yang sangat tidak humanis. Padahal menurutnya, jabatan menteri PAN dan RB hanya jabatan lima tahunan tetapi mengambil kebijakan mem-“PHK” sejuta abdi negara. Artinya, nasib jutaan pegawai negeri seolah hanya di tangan seorang menteri PAN dan RB dan bagi Emrus, hal tersebut tidak boleh terjadi.
“Maka wajar jika muncul pertanyaan menyindir, memang dimana posisi menteri PAN dan RB dari empat kuadaran tersebut ketika merumahkan sejuta abdi negara itu,” sindir pendiri Emrus Corner itu.
Semestinya, Emrus menyarankan jika tujuan kebijakan tersebut untuk produktivitas, Pemerintah seharusnya melalukan pembinaan melalui pendidikan, pelatihan dan pembimbingan, bukannya merumahkan.
Kalau tujuan efisiensi belanja pegawai agar dapat membiayai pembangunan infrastruktur, Emrus menilai Pemerintah bisa menempuh, misalnya, mengoptimalisasi pengelolaan sumber daya laut yang melimpah ruah. Jadi, para pegawai negeri, tentu setelah melalui pelatihan, bisa dialihkan ke sektor-sektor yang lebih produktif lainnya.
Selain itu, ada muncul pertanyaan kritis, setelah dilakukan “PHK”, bisa saja menjelang Pilpres pada dua periode terdekat ke depan ada penerimaan pegawai negeri dengan berbagai alasan dan argumentasi.
“Jika itu sampai terjadi, maka itu dapat disebut sebagai “penanaman modal” politik pencitraan,” pungkasnya.
(bm/bti)