SURABAYA – PDI Perjuangan (PDIP) dinilai ceroboh dengan keputusannya yang menjatuhkan pilihan Calon Gubernur (cagub) pada petahana Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok. Hal itu tak terlepas dari kuatnya penilaian publik sebagai terkait banyaknya kasus dugaan korupsi yang mengarah pada mantan Bupati Belitung Timur itu. Hal itu disampaikan pengamat politik senior Muslim Arbi.
“Ahok itu dipersepsikan sebagai koruptor yang dilindungi Istana, penindas rakyat kecil dan juga berprilaku kasar dan bermulut kotor. Setidaknya itulah yang menjadi persepsi sejumlah kalangan masyarakat hingga hari ini,” ujar Muslim Arbi kepada redaksi cakrawarta.com, Rabu (21/9/2016).
Bahkan bagi Arbi, PDIP telah melakukan bunuh diri politik dengan mengusung Ahok sebagai kandidat gubernur di Pilkada DKI 2017 mendatang.
“Ini bunuh diri politik saya kira. Jika PDIP memasang jargon sebagai Partai Wong Cilik, maka dengan memilih Ahok sebagai Cagub jargon itu terbantahkan dengan sendirinya. Setiap saat Ahok menindas Wong Cilik dengan menggusur mereka,” tegas Arbi.
Arbi heran ada apa dengan Megawati sebagai penentu keputusan final pada Cagub DKI, yang pada akhirnya setelah ditunggu sekian lama, justru semalam (20/9/2016) melalui Sekjennya mengumumkan Ahok yang bukan kader PDIP dan dipasangkan dengan Djarot yang justru kadernya sendiri.
Ada rumor, lanjut Arbi, yang berkembang bahwa Megawati ditekan oleh pihak tertentu dengan menyebutkan bahwa dirinya terlibat di kasus BLBI. Menurut Arbi, memasuki pilihan politik praktis itu terkadang akan bisa mengorbankan ideologi, prinsip kebenaran dan keadilan bahkan negara.
“Di era demokrasi liberalistik seperti sekarang uang sudah menjadi kekuatan yang menentukan segalanya. Sehingga tidak heran sejumlah aktifis menyebutkan jika sila pertama Pancasila adalah Keuangan Yang Mahakuasa, bukan Ketuhanan Yang Mahaesa lagi. Tak heran jika Mega pun terjerembat pada hal yang sama,” imbuhnya.
(bus/bti)