JAKARTA – Pengamat sosial politik senior, Rahman Sabon Naman menyatakan seharusnya rakyat Indonesia bergembira karena Pemerintah membuka peluang proyek infrastruktur dan industri bagi investor asing dimana dengan hal itu diharapkan bisa memberi manfaat ekonomi dan sosial dengan membuka lapangan kerja baru guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Tetapi dalam kenyataannya, menurut Rahman Sabon sebagian investor asing banyak menimbulkan masalah sosial di daerah.
Untuk itu, dirinya meminta Pemerintah berhati hati dengan kehadiran investor asing terutama Cina. Banyak proyek dari Cina yang tidak memakai sumber daya lokal dan tidak berupa alih teknologi melainkan hanya tenaga kerja kasar semata.
“Dari pengamatan saya perusahan Cina yang mengerjakan proyek-proyek kebanyakan adalah kontraktor bukan yang manufaktur sehingga tidak mungkin melakukan alih teknologi,” ujar Rahman Sabon Nama, Jumat (15/7/2016) siang.
Kepada redaksi Rahman Sabon memaparkan adanya penyimpangan amanat Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Hal tersebut terbukti dengan tidak tercapainya upaya menciptakan kemandirian nasional dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Rahman menemkan fakta bahwa porsi impor kebutuhan proyek tersebut lebih dominan. Hal itu terjadi karena mitra China Railway International Pte.Ltd adalah EPC kontraktor bukan manufaktur kereta api. Perusahaan kontraktor itu menurut Rahman Sabon memanfaatkan fasilitas fiskal dan kepabeanan sehingga porsi impornya bisa lebih dominan.
“Kasus ini juga terjadi pada pembangunan pabrik dan smelter feronikel di Sulawesi Tenggara dengan mendatangkan peralatan pabrik dan tenaga kerja dari Cina sehingga tidak memberi manfaat bagi perusahaan lokal maupun manfaat ekonomi bagi rakyat setempat dan ini harusnya dikritisi oleh Kadin Indonesia,” lanjut Rahman Sabon.
Untuk diketahui, saat ini tenaga kerja atau buruh dari Cina tengah membanjiri berbagai daerah di Indonesia. Mereka mengambil peran tenaga kerja lokal dengan alasan investasi yang ada melalui mekanisme B to B (business to business). Apabila hal tersebut dibiarkan oleh Pemerintah, menurut Rahman Sabon akan sangat berbahaya bagi stabilitas nasional. Dampaknya adalah terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi sehingga berpotensi terjadinya social chaos.
“Saya sangat menyesalkan pernyataan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan pada media yang menyatakan bahwa wajar banyaknya buruh dari Cina karena Cina banyak berinvestasi di Indonesia, sehingga menurutnya tidak masalah. Ini sangat disayangkan sekelas Menko berkata seperti ini,” kata pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Sebelumnya disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia akan menjalin kerjasama dengan Perdana Menteri Cina Li Keqiang untuk mendatangkan 10 juta tenaga kerja dari Cina sebagai konsekuensi investasi berbagai proyek di Indonesia melalui mekanisme B to B.
Terkait dengan pernyataan kebijakan menempatkan banyak tenaga kerja dan buruh di berbagai proyek serta rencana kebijakan mendatangkan 10 juta tenaga kerja asal Cina itu, Rahman Sabon Nama telah melakukan konfirmasi dan dikatakan rencana tersebut tanpa sepengetahuan Presiden Joko Widodo.
“Setelah saya cek terkait mendatangkan 10 juta tenaga kerja Cina itu tidak diketahui oleh Presiden Joko Widodo. Menterinya seolah jalan sendiri. Yang terkena getahnya Presien. Kasihan kalau gini ini,” tegas Rahman Sabon.
Lebih jauh, Rahman Sabon justru mempertanyakan investasi proyek besar mana saja yang sudah dilakukan oleh Cina, karena sepengetahuan dirinya investasi Cina untuk proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, proyek listrik 35.000 MW dan proyek infrastruktur lainnya tidak berjalan alias mangkrak. Setelah ditelusuri menurut Rahman, Proof of Funds and Credit yang diajukan oleh investor asal Cina ternyata tidak ada dananya.
Untuk itu, Rahman Sabon menyarankan agar Kementerian di bidang ekonomi dan Polhukam agar lebih berhati-hati, lebih ketat dan tidak menyimpang dari program Nawacita Presiden Jokowi dalam mengambil kebijakan.
“Sesuai Nawacita, maka persyaratan kandungan lokal dan alih teknologi mutlak diberlakukan baik dengan investor dari Cina maupun negara lain. Tenaga kerja kita banyak kok. Sumber daya alam juga melimpah. Kita mampulah untuk Berdikari membiayai pembangunan kita, sehingga tidak perlu buruh dari Cina,” tandas Rahman Sabon menutup pernyataannya.
(bm/bti)