Thursday, April 25, 2024
HomeGagasanPelecehan Seksual Di Pesantren

Pelecehan Seksual Di Pesantren

Saya kira, di era informasi ini pesantren dan para ustadz/kiyai sedang mengalami ujian berat terkait dengan banyaknya kasus pelecehan seksual.

Bukan, cobaan di sini maksudnya bukan bahwa tuduhan pelecehan seksual di pesantren itu adalah fitnah, wong datanya ada. Tapi memang potensi pelecehan seksual itu benar-benar ujian, yang pilihannya adalah lulus atau tidak.

Data Komnas HAM tahun 2021 menyebutkan bahwa selama tahun 2015-2020, pesantren menduduki peringkat kedua (19%) institusi pendidikan yang sering dilaporkan terdapat pelecehan seksual, setelah perguruan tinggi (27%). Boleh jadi karena memang jumlah santri di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 1,6 juta orang yang tersebar di 27 ribu pesantren, menurut data Kementerian Agama tahun 2022.

Tentu sebagian orang merasa heran. Bagaimana mungkin pesantren, yang diharapkan menjadi tempat aman dari pelecehan seksual karena proses penanaman nilai-nilai agama dan moral yang ketat terjadi di sana, justru menjadi tempat yang paling tidak aman?

Selain bahwa pesantren merupakan salah satu lingkungan yang ternyata paling tidak imun terhadap pelecehan seksual kedua setelah perguruan tinggi, saya kira efek puncak gunung es juga perlu dipertimbangkan, mengingat berbeda dengan perguruan tinggi, santri dan santriwati pesantren tidak diperkenankan untuk membawa gawai atau gadget sehingga boleh jadi banyak kasus yang tidak dapat dilaporkan dengan segera, berbeda dengan siswa/mahasiswa di institusi pendidikan yang bebas membawa gawai.

Boleh jadi itu sebabnya dalam beberapa kasus, pelecehan seksual tersebut baru terungkap setelah terjadi beberapa kali, bahkan pada orang yang sama, dan baru terungkap setelah ada kesempatan untuk melapor.

Kembali ke pertanyaan, mengapa?

Merangkum dari beberapa penelitian, bisa dikatakan hal ini disebabkan baik faktor internal maupun eksternal.

Tantangan eksternal saya kira bisa dipahami. Tidak hanya pesantren, bahkan sekolah dasar pun tidak imun akan paparan media informasi yang semakin bebas. Tidak hanya soal mudahnya akses terhadap situs pornografi, yang pada sudut pandang tertentu adalah ranah privasi yang artinya bahkan orang yang terlihat saleh pun belum tentu tidak mengaksesnya, karena mengakses situs porno dalam kondisi tidak ada orang maupun beramai-ramai adalah pilihan. Tapi juga bahkan mellaui media yang mestinya aman.

Aplikasi chatting, misalnya. Bukan, bukan Mi chat lah, kalau itu jelas. Tapi, let’s say, whatsapp. Di whatsapp saya, misalnya, ada beberapa grup, mulai dari dari alumni SMP hingga alumni pesantren, yang tak jarang men-share stiker-stiker yang menjurus pornografi maupun guyon bapak-bapak yang menjurus pornografi. Termasuk soal poligami (saya termasuk yang menganggap poligami itu sakral, untuk alasan tertentu bahkan memiliki nilai pahala bila dilakukan, tetapi kalau bicara poligami sambil guyon dan mengandung unsur pelecehan maka itu semata-mata adalah soal birahi dan mata keranjang yang dibungkus dogma).

Tentu ada perkecualian. Biasanya teman-teman alumni pesantren yang merasa kegerahan langsung mlipir dan bikin grup baru yang lebih steril dan membahas hal-hal lain yang sifatnya lebih bermanfaat.

Kedua, tantangan internal. Banyak hal sebenarnya, tetapi yang mungkin paling mudah mendapat spotlight adalah pola relasi guru-murid. Ustadz/kiyai-santri. Pola hubungan ini khas, yang, meskipun dalam aspek tertentu sama dengan pola relasi-kuasa dosen-mahasiswa atau guru-siswa sekolah, tetapi patron ustadz/kiyai-santri ini lebih kuat relasi kuasanya, karena bukan soal nilai mata kuliah atau nilai mata pelajaran yang jadi taruhan, tetapi surga neraka.

Sosok ustadz atau kiyai menjadi begitu tinggi hirarkinya, dan begitu dihormati melebihi hormatnya mahasiswa kepada dosen (malah kalau angakatan strawberry pasca pandemi ini saya merasakan mahasiswa nggak ada hormat-hormatnya). Karena ada dua hal: Doktrin “sami’na wa atho’na“, kami menyimak dan kami taat, adalah doktrin wajib dalam hubungan guru-murid dalam dunia pesantren. Ketidaktaatan tidak berakibat pada nilai, tetapi kepada keberkahan ilmu (tidak mendapat ilmu yang bermanfaat, dalam terminologi pesantren), dan ini yang paling dikhawatirkan seorang santri, lebih dari khawatirnya tidak mendapat nilai bagi seorang mahasiswa.

Konsep sami’na wa atho’na ini juga dalam beberapa hal menyebabkan konsep pengajaran di pesantren bersifat top down, minim diskusi dua arah, dan pada beberapa pesantren boleh jadi sanksi sosial terhadap kekritisan santri membuat santri tersebut tidak memiliki kekritisan.

Yang kedua, relasi-kuasa ini juga disebabkan karena konsep “tabarruk“. Ngalap berkah, atau mencari berkah ustadz/kiyai. Narasi mencari berkah yang seharusnya menjadi motivasi voluntary action santri dalam menyempurnakan ilmu agama yang dipelajari, justru disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh “oknum” untuk mendoktrin normalnya pelecehan seksual di lingkungan pesantren.

Sehingga, maaf untuk mengatakan ini, tetapi lemahnya sikap kritis santri terhadap ustadz (dalam konsep pesantren, ustdaz tidak selalu adalah pembina pesantren, bisa jadi adalah senior yang telah diberi wewenang mengajar yunior) berdasarkan doktrin-doktrin ini jelas menempatkan santri dalam posisi powerless. Subordinat. Tak berdaya.

Dan yang ketiga, secara kultural memang tokoh agama tentu memiliki basis massa, yang secara altruistik akan siap membela nama baiknya, meskipun salah, karena pada dasarnya, dalam masyarakat yang altruistik nama baik tokoh panutan adalah nama baik golongan juga.

Faktor-faktor inilah yang saya bilang, menjadi ujian bagi pesantren, bagi ustadz, bagi kiyai, yang bagaimana pun adalah manusia biasa seperti masyarakat pada umumnya tetapi ujiannya jauh lebih berat karena “power” nya juga jauh lebih besar. 

Sebagaimana pesan paman Ben kepada Peter “Spiderman” Parker: “With great power. comes great responsibility.”

 

Dr. MUHAMMAD ATHO’ILLAH ISVANDIARY

Seorang Dosen PTN dan Pernah Nyantri 4 Tahun di Pesantren Ilmu AL-Qur’an Singosari Malang Jawa Timur 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular