
SUMENEP, CAKRAWARTA.com – Pemilihan Duta Pariwisata “Kacong Cebbing” kembali digelar di Kabupaten Sumenep. Acara tahunan yang seharusnya menjadi ajang strategis promosi wisata daerah ini justru menuai kritik keras dari para pelaku industri pariwisata. Alasannya satu: tak ada kejelasan arah dan keberlanjutan setelah selempang disematkan.
“Pariwisata itu butuh aksi, bukan sekadar selempang dan senyum di panggung. Kita butuh roadmap, bukan seremoni,” tegas Bisron Ali, pebisnis pariwisata sekaligus Koordinator ASPRIM (Asosiasi Pariwisata Madura) Wilayah Sumenep, hari ini, Minggu (22/6/2025).
Menurutnya, Kacong dan Cebbing terpilih memang berpotensi. Mereka punya modal: penampilan, kemampuan komunikasi, dan wawasan budaya. Namun sayangnya, setelah seremoni selesai, para duta ini seperti kehilangan arah.
“Setelah terpilih, lalu mereka mau ngapain? Mau dikemanakan? Kita ini sebagai pelaku wisata tidak pernah diajak bicara. Tidak ada pelatihan lanjutan, tidak ada jembatan ke dunia kerja,” ujar Bisron geram.
Ia menyebut, banyak hotel, restoran, dan biro perjalanan justru tertarik merekrut para finalis Kacong Cebbing. “Kami siap bayar mahal kalau mereka dilatih jadi pemandu profesional. Tapi sejauh ini tidak ada jembatan itu. Mereka bagus, tapi langsung hilang dari radar,” tambah Wakil Sekretaris PHRI Kabupaten Sumenep itu.
Kritik juga mengarah ke sisi informasi dan transparansi. Bisron menyayangkan minimnya publikasi dari panitia penyelenggara maupun Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep. Bahkan untuk sekadar mendapatkan data peserta atau pemenang pun terasa seperti mencari dokumen rahasia negara.
“Padahal saya wartawan juga. Mau bantu angkat acara ini biar viral dan menarik minat wisatawan. Tapi ya, informasi enggak dibuka. Seolah takut terganggu,” sindirnya.
Menurut Bisron, problem ini bukan hal baru. Bahkan ajang sekelas Puteri Indonesia pun kerap menghadapi hal serupa: gagap saat ditanya roadmap.
“Setelah pemilihan, kita semua bingung: duta wisata ini mau dibawa ke mana?” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menyebut pemerintah daerah harus berhenti menjadikan event seperti Kacong Cebbing sebagai agenda seremonial semata.
“Bikin program nyata. Sambungkan ke dunia usaha. Bangun roadmap yang jelas. Jangan hanya jadi ajang tahunan yang glamor tapi nihil dampak,” desaknya.
Ia pun menyindir dengan nada satir, “Mungkin butuh tujuh turunan, tujuh tanjakan, tujuh kelokan agar pemerintah kita sadar bahwa pariwisata itu butuh perencanaan, bukan hanya tepuk tangan dan bunga meja.”
“Kalau betul ingin mengangkat Sumenep jadi destinasi wisata unggulan, mulailah dengan membangun ekosistem yang terintegrasi. Duta wisata jangan hanya jadi simbol, tapi jadi pelaku langsung di lapangan,” pungkas pria yang sudah 15 tahun menggawangi Jawara Tour and Travel Sumenep itu.(*)
Editor: Abdel Rafi



