
AGAM, CAKRAWARTA.com – Di tengah rumah-rumah yang porak-poranda akibat banjir bandang dan longsor, harapan tumbuh dari sebuah masjid di punggung bukit Jorong Limo Badak, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Harapan itu datang melalui instalasi panel surya dan jaringan komunikasi Starlink yang dipasang oleh tim dosen dan mahasiswa Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga (UNAIR), Rabu (17/12/2025).
Tim tersebut tergabung dalam Tim Tanggap Darurat Bencana UNAIR yang sejak awal bencana turun langsung ke wilayah terdampak. Instalasi energi dan komunikasi ini dilakukan di salah satu titik yang selama beberapa hari terisolasi akibat putusnya aliran listrik dan jaringan telekomunikasi.
Dosen FTMM UNAIR yang terjun langsung ke lapangan, Yoga Uta Nugraha, mengatakan lokasi tersebut dipilih berdasarkan rekomendasi Pemerintah Kabupaten Agam dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kecamatan Malalak tercatat sebagai salah satu wilayah dengan dampak kerusakan paling berat di Sumatra Barat.
“Kami melakukan survei langsung ke Kecamatan Malalak dan melihat kondisi di lapangan. Dari hasil koordinasi, kami menetapkan satu titik di Jorong Limo Badak. Wilayah ini berada di perbukitan dengan sekitar 220 kepala keluarga,” ujar Uta, Kamis (18/12/2025).
Masjid setempat, kata Uta, menjadi pusat aktivitas warga sejak bencana terjadi. Selain sebagai tempat ibadah, masjid itu difungsikan sebagai lokasi evakuasi, posko bantuan, dan dapur umum bagi warga terdampak.
Kebutuhan Mendesak: Listrik dan Komunikasi
Menurut Uta, ketiadaan listrik pascabencana membuat warga terputus dari dunia luar. Kondisi itu berdampak langsung pada koordinasi bantuan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
“Selama beberapa hari setelah bencana, tidak ada aliran listrik. Tanpa listrik, otomatis jaringan komunikasi juga lumpuh. Padahal, komunikasi sangat krusial dalam situasi darurat,” katanya.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, tim FTMM UNAIR memasang sistem panel surya dengan kapasitas sekitar 5.000 watt peak (Wp). Energi listrik dari panel tersebut tidak hanya digunakan untuk penerangan, tetapi juga menopang operasional dapur umum serta sistem pompa pemurnian air yang dibangun oleh tim Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR.
“Panel surya ini menjadi sumber listrik mandiri. Saat listrik utama padam, sistem ini bisa menjadi cadangan, termasuk untuk menggerakkan pompa pemurnian air bersih,” ujar Uta.
Selain listrik, tim juga mengaktifkan jaringan komunikasi berbasis satelit Starlink di lokasi tersebut. Kehadiran jaringan internet memungkinkan warga dan relawan kembali berkomunikasi, sekaligus mempermudah koordinasi distribusi bantuan.
Upaya FTMM UNAIR menghadirkan panel surya dan Starlink di wilayah terdampak bencana ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Pemanfaatan energi surya mendukung pencapaian SDG 7 tentang Energi Bersih dan Terjangkau, sementara pembangunan infrastruktur komunikasi yang tangguh selaras dengan SDG 9 mengenai Industri, Inovasi, dan Infrastruktur.
Di tengah keterbatasan pascabencana, listrik dan sinyal bukan sekadar fasilitas. Keduanya menjadi penopang utama bagi pemulihan kehidupan warga, menjembatani kebutuhan dasar, bantuan kemanusiaan, dan harapan untuk bangkit kembali.(*)
Kontributor: Khefti PKIP
Editor: Abdel Rafi



