Friday, May 10, 2024
HomePendidikanPsikologiPakar Psikologi Keluarga: Nikah Beda Agama, Bukti Sejak Awal Sulit Disatukan!

Pakar Psikologi Keluarga: Nikah Beda Agama, Bukti Sejak Awal Sulit Disatukan!

ilustrasi. (foto: istimewa)

SURABAYA – Mahkamah Agung (MA) resmi melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan pernikahan berbeda agama dan keyakinan. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan.

Menurut pakar Psikologi Keluarga, Nurul Hartini, pasangan yang menikah dengan perbedaan agama memiliki tantangan yang lebih besar daripada pasangan dengan keyakinan yang sama. Hal itu dikarenakan perbedaan agama menjadi salah satu perbedaan yang cukup curam dalam hubungan pasangan.

“Kalau kita bahas agama, itu adalah keyakinan yang memang diyakini kebenarannya. Karena setiap agama memiliki hal yang berbeda dengan apa yang diyakini. Walaupun kita sama-sama yakin bahwa Tuhan itu ada,” ungkapnya pada media ini.

Dengan memutuskan untuk menikah berbeda agama dan tidak ada yang mau berkorban, sebenarnya itu sudah menandakan bahwa mereka memang sulit disatukan sejak awal. Padahal bagi sebagian orang, agama menjadi hal yang esensial dalam kehidupan mereka.

“Akhirnya, bukan tidak mungkin ke depan akan banyak permasalahan yang timbul akibat perbedaan itu,” imbuhnya.

Pakar Psikologi Keluarga Universitas Airlangga, Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., MKes., Psikolog. (foto: Andri Hariyanto)

Permasalahan lain, lanjutnya, akan timbul ketika pasangan tersebut memiliki anak. Terkadang anak dibuat bingung di saat kedua orang tuanya menanamkan nilai yang berbeda. Walaupun, ia menyadari bahwa sangat memungkinkan mereka mampu hidup dengan perbedaan tersebut akibat toleransi yang tinggi.

“Saya yakin setiap dari kita pasti inginnya apa yang kita tanamkan untuk anak-anak itu adalah hal-hal yang kebenarannya memang benar menurut kita,” tambahnya.

Menurutnya, agama menjadi hal penting dalam diri seorang manusia, karena hal tersebut akan mempengaruhi dan memberikan warna pada diri pribadi. Agama pun akan menjadi pondasi dalam kita berpikir, bersikap, hingga memberikan respon.

“Kalau memang sulit disatukan, mungkin memang bukan pernikahan jalan untuk mempersatukan. Kita tetap saudara, tapi bukan disatukan dalam ikatan tali pernikahan,” pungkas Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga itu.

(mar/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular