JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengkritisi tenaga kerja asal Indonesia (TKI). Menurut dia, mayoritas dari para pahlawan devisa itu hanya membelanjakan hasil jerih payah mereka untuk konsumsi. Padahal, banyak sektor yang bisa digunakan untuk memanfaatkan dana yang mereka peroleh dari luar negeri.
Nusron menilai seharusnya para TKI bisa melihat peluang investasi di tanah air. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi laatar belakang mengapa investasi sangat menjanjikan. Di antaranya yakni gaji yang mereka peroleh lebih besar daripada pekerjaan serupa di tanah air.
“Bila uang yang dikirim dari BMI kepada keluarga digunakan untuk pembangunan, investasi perdesaan, investasi ekonomi, akan menciptakan sirkulasi ekonomi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi di perdesaan yang luar biasa,” tutur Nusron di acara Kementerian Luar Negeri RI bersama BNP2TKI dengan 1.000 TKI dan Diaspora Indonesia, di Djakarta Theater, Jakarta, Selasa (11/8).
Ia memaparkan, sebanyak 6 juta TKI atau buruh migran Indonesia (BMI) memberi kontribusi US$ 8,4 miliar per tahun pada negara. Jumlah itu merupakan setengah dari investasi asing di Indonesia sebesar US$ 16 miliar per tahun. Nusron berandai-andai jika TKI mampu mengarahkan dananya menjadi investasi infrastruktur di Indonesia, khususnya di pedesaan.
Tentunya, sumbangsih itu akan membuat pedesaan sangat maju jauh dibandingkan sekarang. Saat ini, di dunia ada 200 juta buruh migran dari berbagai negara dan setiap tahun menghasilkan US$ 400 miiliar yang dikirim ke negaranya masing-masing. Salah satu negara yang mengaplikasikan kontribusi buruh migran mereka di bidang investaasi adalah Filiphina.
“GDP Filipina tergantung dari situ. Saya yakin bila Indonesia bergantung pada BMI dan diaspora akan terasa dampaknya pada GDP. Tinggal komitmen pemerintah untuk menjawab itu,” tuturnya.
Melalui acara dengan Kementerian Luar Negeri ini, Nusron melihat terobosan yang memungkinkan terjadinya investasi oleh TKI. Pasalnya, dalam forum tersebut, para pahlawan devisa dipertemukan dengan pelaku usaha di Indonesia. Mereka bisa bertukar pikiran dengan pengusaha dan bersama-sama memikirkan masa depan Indonesia.
Hal itu diperlukan, mengingat kondisi Indonesia sedang mengalami dampak fluktuasi ekonomi global. Sementara sektor yang paling menjanjikan untuk menyelamatkan negara adalah sektor tenaga kerja atau Buruh Migran. Akan ada hubungan saling menguntungkan jika para TKI bisa bekerjasama dengan para pengusaha di Indonesia.
Namun demikian, Nusron mengungkapkan jika keputusan imigrasi adalah pilihan pribadi. Wajar jika banyak yang ingin bekerja di luar negeri sementara lapangan kerja di dalam negeri kurang mendukung. Sekedar informasi, dalam kurun 1 tahun perekonomian nasional hanya mampu menyerap tenaga kerja maksimal sebesar 1,25-1,5 juta.
Padahal tiap tahun ada 2,8 juta-3 juta angkatan kerja baru dari usia produktif. Dengan demikian masih ada sisa 1,5 juta tenaga kerja membutuhkan pekerjaan baru dan migrasi atau bekerja di luar negeri tidak bisa dielakkan. Negara, terang Nusron menyadari hal ini dan melalui pemerintah akan merivisi Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga kerja indonesia di luar negeri. Tujuannya agar mempermudah proses perijinan TKI yang akan bekerja di luar negeri .
“Saat ini masih dalam draft rancangan dan semangatnya harus debirokratisasi. Harus seperti pelayanan BKPM yang satu pintu,” pungkasnya.
(msa/bi)