Taipei, – Di era digital seperti sekarang, teknologi Artificial Intelligence (AI) jadi salah satu pilar utama perkembangan teknologi. Karena itulah, mempelajari AI memungkinkan seseorang untuk lebih siap menghadapi masa depan yang semakin dipenuhi teknologi canggih dan otomatisasi. Tantangan ini akan dihadapi oleh siapa saja dan dimana saja, tak terkecuali bagi mahasiswa dan pekerja migran Indonesia di luar negeri, misal mahasiswa dan pekerja migran di Taiwan.
AI juga dapat berkembang dan dialami oleh pekerja Indonesia di Taiwan. AI dapat mengambil alih tugas-tugas rutin dan berulang, seperti pengemasan, pengelasan, atau perakitan, yang memungkinkan pekerja untuk fokus pada pekerjaan yang lebih kompleks dan membutuhkan keterampilan khusus. Ini tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga mengurangi kelelahan fisik bagi pekerja. AI dapat digunakan untuk memantau kondisi di pabrik dan mengidentifikasi potensi bahaya, seperti kebocoran gas, suhu yang terlalu tinggi, atau kerusakan mesin. Dengan deteksi dini, AI membantu mencegah kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi pekerja. Selain itu, melalui analisis data dari mesin dan peralatan, AI dapat memprediksi kapan mesin akan mengalami kerusakan dan membutuhkan perawatan. Ini membantu mencegah kerusakan tak terduga, mengurangi downtime, dan memastikan kelancaran operasi pabrik.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagaimana kita menghadapi perkembangan AI yang sangat cepat khususnya di kalangan mahasiswa Indonesia dan para pekerja migran.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terus berkomitmen untuk menjalankan visi kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat secara global. Dalam konteks inilah, salah satu dosen UMY, Nurwahyu Alamsyah menjalankan pengabdian masyarakat internasional ke negeri formosa, Taiwan. Acara yang diadakan di Taipei Medical University ini dihadiri tidak hanya oleh mahasiswa Indonesia di Taiwan, tetapi juga pekerja migran Indonesia yang berada di Taiwan.
Dalam keterangannya pada media ini, Nurwahyu Alamsyah mengatakan bahwa ada banyak manfaat jika pelajar dapat beradaptasi sejak dini dengan kecanggihan AI. Pelajar yang mempelajari AI akan mengembangkan keterampilan analitis dan logis yang kuat, yang bisa diaplikasikan di berbagai bidang, tidak hanya di teknologi.
“AI sangat terkait erat dengan pengolahan dan analisis data. Dalam dunia yang semakin berbasis data, kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan data secara efektif menjadi sangat penting,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (13/8/2024).
Dengan mempelajari AI, lanjut Nurwahyu Alamsyah, para pelajar dan mahasiswa dapat menjadi bagian dari inovasi dan pengembangan teknologi baru yang bisa mengubah dunia. “Mereka bisa berkontribusi dalam menciptakan solusi yang lebih efisien dan efektif untuk berbagai tantangan global. AI adalah bidang yang sangat inovatif dan terus berkembang,” imbuhnya.
Alamsyah menjelaskan beberapa fitur berbasis teknologi AI yang dapat dimanfaatkan oleh pelajar dan mahasiswa, seperti pembelajaran personalisasi yang banyak tersedia di internet, kelas virtual yang bisa digunakan untuk mencari referensi tambahan bagi pelajaran di kelas, yang biasanya dilengkapi dengan fitur-fitur menarik bagi anak muda seperti ruang virtual, augmented reality, virtual reality, hingga staf akademik berupa chatbot.
Pelatihan yang dibantu oleh mahasiswa UMY selama program KKN Internasional ini mendapat respons positif dari para pelajar di sana. Meskipun dilakukan secara daring, banyak pertanyaan kritis yang diajukan oleh siswa, salah satunya adalah kekhawatiran mereka tentang ancaman di masa depan. “Seperti yang kita ketahui, banyak pekerjaan yang telah hilang dan digantikan oleh AI,” tegas Nurwahyu.
Alamsyah menutup acara tersebut dengan memberikan pesan yang menarik, “Jangan takut, tetap gunakan AI, tetapi pastikan untuk selalu melibatkan pikiran dan hati dalam mengoreksi hasil dari AI. Karena AI tidak boleh dipercaya sepenuhnya, selalu sediakan ruang untuk berpikir kritis dan latih terus kemampuan berpikir kritis itu dengan banyak berdiskusi secara langsung.”
(rils/rafel)