Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 27 November 2024 di Jawa Timur, tampaknya tiga nama menjadi magnet bagi media serta masyarakat. Ketiganya adalah mantan Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa, mantan Menteri Sosial sekaligus mantan Walikota Surabaya Tri Risma Harini, dan Walikota Surabaya Eri Cahyadi. Masing-masing telah menorehkan prestasi saat menjadi kepala daerah.
Khofifah dikenal sebagai Bunda Cettar. Akronim dari Cepat, Efektif, Tanggap, Transparan, dan Responsif. Akronim ini sohor di awal kepemimpinan Khofifah di Jawa Timur. Bahkan, Khofifah sukses membawa Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah terinovatif. Banyak karya inovasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur lahir berkat dorongan figur yang suka berjalan cepat ini.
Sementara Tri Risma Harini juga bakal diingat warga Jawa Timur sebagai ”Walikota Taman”. Perempuan yang akrab disapa Risma ini sukses memoles tampilan Ibukota Provinsi Jawa Timur, Surabaya, menjadi kota asri, nyaman, sejuk, banyak taman, sehingga siapapun merasa betah berlama-lama duduk di taman. Perawatan rutin menjadikan taman-taman di Kota Surabaya menjadi daya tarik tersendiri.
Sedangkan Eri Cahyadi, walikota Surabaya saat ini, tentu juga punya prestasi. Meski menjabat baru tiga tahun sejak dilantik Februari 2021, Eri sudah berhasil membangun sekaligus merehabilitasi 1.177 Balai RW di Kota Surabaya. Pembangunan infrastruktur juga melesat di bawah kepemimpinan Eri Cahyadi. Bahkan, Eri juga sukses merevitalisasi taman dan perbaikan saluran air.
Bolehlah ketiga figur ini disebut ‘‘The excellent persons of the Pilkada”. Kepala daerah dengan kemampuan manajerial di atas rata-rata. Mereka memang piawai. Tak perlu diragukan lagi. Pun jangan disangsikan. Begitulah catatan pada personalitas mereka.
Masalahnya, ada catatan lain yang juga perlu disimak. Kontestasi Khofifah dan Risma sudah terjadi justru saat keduanya menjabat sebagai kepala daerah. Masih lekat dalam ingatan bagaimana polemik rebutan mobil lab PCR Covid-19 bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bergulir pada Mei 2020. Ketegangan diantara keduanya juga mencuat pada 2019, berkait bau sampah di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT).
Yang terbaru, kontestasi Khofifah dan Risma terjadi ketika Walikota Eri Cahyadi selalu terlihat hadir dalam berbagai acara bersama Khofifah. Bahkan saat peluncuran ProgresifTV di Ponpes Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, pada Februari 2022 lalu, Eri hadir di acara tersebut bersama Khofifah. Tentu saja, kebersamaan Khofifah dan Eri ini sulit diterima PDIP usai surat rekomendasi PDIP kepada Eri terbit pada Juli 2024.
Namun, Eri yang saat ini masih menjabat sebagai walikota tentu saja punya kemandirian beraktivitas. Ia bukan walikota milik PDIP, tapi ia walikota seluruh warga kota Surabaya. Ia harus mandiri berkegiatan, apapun kegiatan itu, termasuk hadir dalam acara dimana ada Khofifah. Lagipula, sebagai walikota, tentu Eri tentu tak ingin berada di bawah bayang-bayang Tri Risma Harini, walikota Surabaya sebelum Eri. Ia jelas ingin menoreh warisan kepemimpinannya secara mandiri di Kota Surabaya.
Namun, kemandirian calon kepala daerah tentu tak berarti apa-apa jika sudah menyangkut disiplin partai. Eri dikenal sebagai Ketua Taruna Merah Putih Jawa Timur, organisasi massa yang disebut-sebut sebagai ”underbouw” PDIP. Konsekwensinya, Eri juga harus patuh dan tunduk pada disiplin PDIP, sedangkan PDIP Jawa Timur mengusung Tri Risma Harini untuk perhelatan Pilkada 2024. Bukan Khofifah.
Secara cerdik, Eri berkilah bahwa kehadirannya ke berbagai acara saat ini adalah dampak dari begitu banyak parpol yang mengusungnya dalam Pilkada 2024. Undangan dari berbagai parpol kepada Eri datang silih berganti untuk hadir dalam beragam acara dan sesuai kewajaran, sebagai sosok yang diusung, Eri tak kuasa menolak. Dalih ini menghadapkan Eri pada disiplin partai.
Meski demikian, kunci kemenangan ketiga bakal calon kepala daerah (bacakada) tersebut sesungguhnya bukan cuma rekomendasi parpol. Melainkan, juga tergantung selera pemilih, terutama pemilih yang punya ingatan kuat pada rekam jejak kepemimpinan ketiganya selama ini di Jawa Timur. Pemilih cerdas tentu kurang sreg pada figur doyan marah, mudah sensi, gampang paranoid. Selain itu, pemilih cerdas tentu akan berusaha mengetahui siapa saja kroni semi-mafioso di sekitar bacakada saat ini yang kelak jika bacakada itu terpilih, maka kroni-kroni tersebut yang bakal memperoleh manfaat materi.
ROSDIANSYAH
Peneliti Senior pada Institute for Strategy and Political Studies (INTRAPOLS)