
PIDIE JAYA, CAKRAWARTA.com – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, belum juga benar-benar surut. Di Desa Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua, air masih menggenangi rumah-rumah warga, menyisakan kerusakan, kehilangan, dan kecemasan yang kian menumpuk. Di tengah situasi itu, relawan Yayasan Gerakan Peduli Aku Bisa (GPAB) bersama Relawan Literasi Masyarakat Kabupaten Aceh Jaya turun langsung ke lokasi untuk menyuarakan kebutuhan mendesak warga.
Aminah, relawan GPAB di Aceh, sejak Minggu (14/12/2025) pagi menyusuri sejumlah toko di sekitar lokasi terdampak. Ia mencari makanan ringan dan kue yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat. “Kami ingin bantuan yang datang bisa segera dimakan warga, tanpa harus diolah lagi,” ujar Aminah, yang juga dosen FISIP Universitas Syiah Kuala serta mahasiswa S3 FISIP Universitas Airlangga.
Selain makanan siap saji, kebutuhan paling mendesak yang ditemui di lapangan adalah popok bayi dan pembalut perempuan. Setelah berkoordinasi dengan aparatur desa, relawan GPAB membelanjakan kebutuhan tersebut. “Popok bayi sangat langka di sini. Ini kebutuhan yang sering luput, padahal sangat penting,” kata Aminah.
Warga, terutama para ibu, juga menyampaikan permintaan lain yang tak kalah mendesak, seperti pakaian dalam, alas tidur, dan peralatan makan. “Hampir tidak ada lagi piring atau alat pecah belah yang bisa digunakan,” ujar Aminah, menggambarkan kondisi rumah-rumah warga pasca banjir. Sebagian warga bahkan masih bertahan di rumah yang terendam air. “Tidak kuat melihatnya, tapi di depan mereka kami harus terlihat tegar,” tuturnya.

Kepala Desa Meunasah Bie, H. Helmi, S.H., mengaku sedih melihat kondisi warganya yang setiap hari menunggu bantuan datang. Ia menyebut banjir telah menyebabkan sawah-sawah gagal panen, fasilitas sekolah dan pesantren rusak, serta aktivitas ekonomi lumpuh.
“Jika ini tidak segera ditangani dengan baik, kami khawatir pengangguran dan ketertinggalan pendidikan akan menjadi masalah baru,” kata H. Helmi. Pemerintah desa berharap wilayah terdampak dapat segera ditetapkan sebagai bencana nasional agar penanganan dan pembersihan rumah warga bisa dilakukan lebih cepat.
Di tengah keterbatasan itu, Relawan Literasi Masyarakat Kabupaten Aceh Jaya berupaya menghadirkan ruang aman bagi anak-anak terdampak banjir. Niswaton Khairiana -akrab disapa Niswah- menggelar kegiatan membaca nyaring bersama anak-anak di Gampong Meunasah Bie. Awalnya, hanya dua anak yang hadir. Namun tak lama kemudian, anak-anak lain berdatangan, mengerumuni Niswah dengan mata berbinar.
“Yang pertama cuma dua orang anak-anak yang berhadir, lalu langsung dikerumuni oleh anak-anak yang lain. Bahkan sebagian dari mereka mengabaikan bantuan lainnya karena begitu semangat mendengar isi buku yang dibaca,” ujar Niswah. Menurutnya, anak-anak tampak sangat terhibur dengan kegiatan membaca nyaring tersebut, seolah menemukan kembali ruang kegembiraan di tengah situasi bencana. Apalagi selain membaca nyaring ia memberikan permainan tebak cepat dan berbagai permainan sederhana lainnya.

Aminah menegaskan, banjir ini tidak boleh dipandang sebagai peristiwa sesaat. Ia menyebut masyarakat di Pidie Jaya, Bireuen, hingga Aceh Tamiang masih berjuang menghadapi dampak lanjutan bencana. Sawah gagal panen, fasilitas pendidikan rusak, dan kebutuhan dasar seperti pakaian, alas tidur, serta alat pecah belah masih sangat dibutuhkan.
Melalui GPAB, Aminah menyerukan agar semua pihak segera bertindak. Ia berharap pemerintah menetapkan wilayah terdampak sebagai bencana nasional sehingga bantuan dapat segera disalurkan dan proses pembersihan rumah warga bisa dilakukan dengan cepat. “Mari kita bantu masyarakat Meunasah Bie dan sekitarnya memulai kembali kehidupan normal,” ujarnya.
Di Desa Meunasah Bie, banjir memang belum sepenuhnya pergi. Namun di sela genangan air, kehadiran relawan, paket popok bayi, dan suara buku yang dibacakan nyaring oleh para relawan kepada anak-anak menjadi penanda bahwa harapan masih dijaga meski pelan, sederhana, tapi terus menyala. Semoga.(*)
Kontributor: Aminah dan Tommy
Editor: Abdel Rafi



