
MADIUN, CAKRAWARTA.com – Langit Winongo tampak teduh pada Minggu (6/7/2025) pagi. Aroma dupa bercampur tanah basah menyeruak dari halaman Padepokan Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda (PSHW-TM), Kota Madiun. Di antara lautan pendekar berseragam hitam, sosok berseragam loreng tentara hadir dengan langkah tenang dan senyum ramah, Kolonel Arm Untoro Hariyanto, Komandan Korem 081/DSJ.
Kehadiran Danrem dalam gelaran tahunan Suran Agung bukan sekadar kunjungan seremonial. Ia datang sebagai tamu sekaligus sahabat budaya, yang menyadari bahwa keamanan, ketertiban, dan kebangsaan tak bisa dilepaskan dari akar budaya masyarakatnya.
“Pencak silat bukan sekadar warisan gerak, tapi warisan nilai. Ia mengajarkan kesabaran, hormat, persaudaraan. Ini yang harus terus kita jaga bersama,” ujar Kolonel Untoro dalam sambutannya di hadapan warga PSHW-TM.
Suran Agung, bagi masyarakat PSHW-TM, adalah agenda sakral yang digelar tiap awal Muharram. Ia menjadi ajang silaturahmi akbar lintas generasi para pendekar. Namun tahun ini, acara itu juga menjadi panggung yang mempertemukan militer dan masyarakat dalam satu ikatan budaya: pencak silat sebagai jati diri bangsa.
Diplomasi Budaya: Dari Senjata ke Silaturahmi
Kolonel Untoro bukan perwira yang asing dengan dinamika sosial-budaya. Dalam berbagai kesempatan, ia kerap menyampaikan pentingnya pendekatan budaya dalam merawat stabilitas sosial. Di hadapan para pendekar PSHW-TM, ia kembali menekankan pentingnya membangun Indonesia melalui nilai-nilai kearifan lokal.
“Negara ini kuat karena budayanya. Kita tidak bisa hanya berpikir dalam kerangka hukum dan kekuatan. Pendekatan budaya seperti ini justru menjadi fondasi yang paling kokoh,” tuturnya.
Ia pun memberikan apresiasi atas tertib dan damainya pelaksanaan Suran Agung tahun ini. Tidak ada gesekan, tidak ada euforia berlebihan. Yang ada justru ketenangan spiritual dan rasa persaudaraan yang menyelimuti seluruh kawasan padepokan.
Membangun Indonesia dari Padepokan
Tema Suran Agung tahun ini, “Budaya Suran Agung yang Adi Luhung, Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan untuk Indonesia Kuat dan Bermanfaat”, menurut Kolonel Untoro, sangat relevan di tengah tantangan kebangsaan saat ini.

“Kalau dari padepokan ini muncul semangat persatuan, maka dari tempat lain pun akan menyusul. Kita membangun Indonesia mulai dari komunitas-komunitas kecil yang menjunjung nilai,” ujarnya dengan penuh harap.
Para pendekar muda yang hadir tampak antusias menyimak. Bagi mereka, kehadiran sosok Danrem bukan hanya menunjukkan pengakuan, tapi juga menandakan bahwa perjuangan melestarikan budaya mendapat tempat di hati para pemimpin.
Keteladanan yang Membumi
Selesai acara, Kolonel Untoro menyempatkan diri menyapa warga satu per satu. Tidak ada jarak antara perwira dan rakyat. Ia mendengarkan cerita, menerima salam hormat dari pendekar cilik, dan bahkan bercengkerama dengan para sesepuh perguruan.
Dalam momen itu, diplomasi budaya benar-benar terasa hidup. Kolonel Untoro tidak hanya bicara tentang keamanan, tetapi tentang rasa memiliki terhadap budaya dan tanggung jawab menjaga persatuan.
Acara pun usai, para pendekar mulai meninggalkan padepokan. Namun pesan Danrem tak akan hilang begitu saja. Ia akan tumbuh di dada para pendekar muda, menjadi kompas dalam mengayunkan jurus, sekaligus dalam melangkah sebagai warga bangsa.(*)
Kontributor: Arwang
Editor: Abdel Rafi



