Friday, April 26, 2024
HomeGagasanKapan Konflik Yaman Berakhir?

Kapan Konflik Yaman Berakhir?

foto: istimewa

 

Situasi di Yaman semakin rumit dan secepat mungkin harus segera diselesaikan. Jika tidak, konflik akan berdampak ke Arab Saudi, perbatasan dengan Yaman di sebelah utara.

Republik Yaman itu adalah sebuah negara di Jazirah Arab di Asia Barat Daya, bagian dari Timur Tengah. Yaman berbatasan dengan Laut Arab di sebelah selatan, Teluk Aden dan Laut Merah di sebelah barat, Oman di sebelah timur dan Arab Saudi di sebelah utara.

Masalah baru yang muncul, adalah adanya penolakan untuk melanjutkan kerjasama dari kelompok Dewan Transisi Selatan (STC) yang dulu berkoalisi dengan pemerintahan Presiden Yaman sekarang ini, Abdurrabbuh Mansour Hadi. Pada 26 April 2020, STC mendeklarasikan pemerintahan sendiri di kota Aden dan beberapa provinsi di wilayah itu.

Perpecahan ini dikarenakan pemerintahan Hadi dianggap gagal menjalankan tugas dan dianggap bekerjasama menghambat aspirasi warga wilayah Selatan.

Juga faktor lain disebutkan bahwa pemerintahan Presiden Hadi melakukan korupsi.

Terpecahnya kelompok di tubuh pemerintah Hadi, membuat semakin sulitnya upaya penyelesaian masalah Yaman. Sebelumnya ada dua kelompok yang bertikai. Sekarang menjadi tiga.

Konflik Yaman sudah lama terjadi. Konflik dimulai sejak 2014, ketika gerilyawan Houthi bersekutu dengan pasukan yang loyal kepada mantan Presiden Ali Abdullah Saleh yang terguling, menentang pemerintahan baru Yaman.

Pasukan Arab Saudi kemudian melancarkan serangan udara besar-besaran menentang gerilyawan Houthi pada bulan Maret 2015.

Houthi merupakan kelompok gerilyawan yang berbasis di utara Yaman. Pengikut Houthi terkenal dengan sebutan Houthis. Nama ini diambil dari nama pencetusnya, Husein Badaruddin Houthi. Ia merupakan pengikut Syiah Zaidiyah Jurudiyah yang lebih dekat dengan Syiah Isna Asyriyah (Syiah 12) yang ada di Iran.

Sebagai penganut Syiah Zaidiyah Jurudiyah, Badaruddin Houthi berbeda pandangan dengan mayoritas ulama Zaidiyah di Yaman. Bahkan Badaruddin menolak fatwa ulama Syiah Zaidiyah yang terkait fatwa sejarah. Kedekatan paham dan ideologi antara Zaidiyah Juruddiyah dan Syiah 12 inilah  yang membuat mengapa Hothi sempat menetap di Iran dalam waktu yang cukup lama.

Rumitnya masalah di Yaman ini bertambah ketika ada negara lain yang ikut campur didalamnya, termasuk Pakistan yang pernah ikut mengirim 1.000 pasukannya ke Arab Saudi untuk membantu konflik di Yaman. Sudah tentu dapat kita pastikan, Arab Saudi sejauh ini segaris dengan Amerika Serikat.

Tentang konflik di Yaman, kebijakan Amerika Serikat sudah memperoleh kritikan dari Senator Bernie Sanders waktu itu, yang mengatakan banyak warga AS tidak peduli dengan dukungan Amerika Serikat kepada Arab Saudi yang memimpin koalisi menentang gerilyawan Houthi.

“Kami percaya, sebagaimana Kongres, tidak akan mendekarasikan perang atau mengedepankan kekuatan militer dalam konflik ini. Itu tidak konstitusional untuk mendukung koalisi Arab Saudi. Peranan AS harus diakhiri,” tegas Sanders waktu itu.

Sanders mengingatkan bahwa di dalam Undang-Undang Amerika Serikat, hanya Kongres Amerika Serikatlah yang bisa mendeklarasikan perang. Memang sejak November 2017, Amerika Serikat sudah terlibat dalam konflik di Yaman. Tidak tahu langkah-langkah apa dan bagaimana ke depannya, terkait politik luar negeri Amerika Serikat di Yaman dengan merebaknya wabah pandemi Covid19 sekarang ini.

Sementara, menurut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), perang waktu lalu saja telah menewaskan lebih dari  10.000 orang dan melukai lebih dari 40.000 orang. Sehingga, Yaman tengah menghadapi tragedi kemanusiaan terburuk di dunia.

Juga sebelumnya, pesawat tempur Arab Saudi telah memblokir Yaman, lebih dari tiga perempat dari jumlah penduduk Yaman, sekitar 22 juta, yaitu 11 juta penduduk memerlukan,  bantuan kemanusiaan agar bisa bertahan hidup.

Dengan terpecahnya Yaman menjadi tiga kelompok sekarang ini, apakah Arab Saudi  seolah hanya bisa mengatakan kepada kelompok STC dan pemerintah Hadi, “Kembalilah kepada kesepakatan pembagian kekuasaan yang ditandatangani di Riyadh, Arab Saudi pada bulan November 2019?” Entahlah.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Wartawan dan Sejarawan Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular