Saturday, April 20, 2024
HomeGagasanLiputan KhususJangan Lupakan Perjuangan Rakyat Aceh

Jangan Lupakan Perjuangan Rakyat Aceh

Tanggal 19 Desember, selalu kita peringati sebagai Hari Bela Negara. Jangan pula kita lupa, bahwa selain Hari Bela Negara, tahukah kita pada tanggal 20 Desember, terjadi pula peristiwa di Aceh pada tahun yang sama, yaitu tahun 1948?

Tahun 1948, tepatnya tanggal 20 Desember, rakyat Aceh juga berperan. Saat itu Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo dalam Sidang Dewan Pertahanan Daerah memutuskan pada tanggal 20 Desember 1948 memutuskan bahwa sebuah pemancar radio yang dinamakan “Radio Rimba Raya” harus mengudara.

Suara radio tersebut sangat jelas, karena pemancarnya yang kuat itu sengaja didatangkan dari luar negeri, sehingga pada tanggal 20 Desember 1948 malam, “Radio Rimba Raya” mengudara menembus angkasa memberitakan bahwa Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila masih ada dan api revolusi 1945 masih tetap menyala.

Sekarang, kalau kita ke Aceh, tepatnya di Takengon, Aceh Tengah, kita bisa menyaksikan Monumen “Radio Rimba Raya” tersebut.

Berikutnya peran rakyat Aceh di masa kemerdekaan adalah membeli pesawat Seulawah.

Replika pesawat Dakota RI-001 yang dibeli rakyat Aceh itu, sekarang dapat kita lihat di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh.

Pesawat jenis Dakota dengan nomor sayap RI-001 yang diberi nama Seulawah ini dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways.

Waktu ingin membeli pesawat ini, Presiden Soekarno sedang berada di Aceh. Kemudian diselenggarakanlah pertemuan di Hotel Atjeh tempat jamuan makan malam dengan Presiden Soekarno. Hari itu, 16 Juni 1948, dalam sebuah jamuan makan malam yang diselenggarakan Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) di Hotel Atjeh, Banda Aceh.

Waktu itu, Presiden Soekarno angkat bicara, “Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul.”.

Peserta pertemuan yang terdiri dari para saudagar dan tokoh masyarakat Aceh saling melirik. Lalu salah seorang dari mereka bangun. Seorang pria muda, berusia sekitar 30 tahun. Dia saudagar. Namanya  M Djoened Joesof.

“Saya bersedia,” Djoened Joesof yang juga menjabat Ketua Gasida. Selanjutnya menyusul kesediaan saudagar lainnya. Alhasil  malam itu terkumpul dana yang cukup besar. Presiden Soekarno puas dan menyunggingkan senyum. Ia lalu mengajak hadirin beranjak ke meja makan.

Emas di Monas

Teuku Markam hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat). Teuku Markam terlibat dalam pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat, jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan yang didanai oleh Bank Dunia. Teuku Markam juga menyumbangkan 28 kg emas dari 38 kg emas untuk Monumen Nasional.

Teuku Markam ketika muda memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di Tembung, Sumatra Utara bersama-sama dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin.

Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran. Teuku Markam kemudian diutus ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto sampai Gatot Soebroto meninggal dunia. Ia mengutus Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden Soekarno, yang kemudian memulai perjalanannya di dunia bisnis.

Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang dilakukan oleh Soekarno.

Dari bisnis inilah Teuku Markam bisa menyumbang 28 kg emas untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Peran Teuku Markam menyukseskan Konferensi Asia Afrika juga terbilang tidak kecil berkat bantuan sejumlah dana.

Selain menyumbang emas, Teuku Markam juga ikut andil dalam pembebasan lahan Senayan untuk menjadi pusat olah raga. Ia juga ikut membiayai berbagai macam yang terkait dalam melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda, serta ikut mensukseskan KTT Asia Afrika.

Namun karena kedekatannya dengan Soekarno pula yang membuat nasibnya berubah drastis di era Presiden Soeharto. Markam diciduk dan dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga dianggap sebagai kaum penyembah Soekarno dan akhirnya Teuku Markam dijebloskan ke penjara pada tahun 1966.

Penderitaannya bukan hanya mendekam di penjara. Perusahaan miliknya diambil alih pemerintah dan menjadi cikal bakal BUMN bernama PT Berdikari (Persero). Yang lebih ironis, tak ada harta sedikitpun yang disisakan untuk keluarga dan anak-anaknya. Selepas dari penjara, hidup Teuku Markam tak kunjung membaik. Ia juga sering mendapat hinaan dari orang-orang karena dianggap sebagai antek PKI. Bahkan, sampai ia tutup usia.

Inilah beberapa jasa rakyat dan tokoh Aceh terhadap bangsa dan negara RI. Oleh sebab itu, jika ada Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sudah tentu kita kecewa.

GAM adalah sebuah organisasi separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa.

GAM didirikan oleh Hasan di Tiro, pada 4 Desember 1976. Tetapi akhirnya perdamaian tercipta dan GAM melebur kepangkuan Negara Republik Indonesia.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan dan Wartawan Senior

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular