Monday, December 22, 2025
spot_img
HomeSosokFerry Efendi Raih Anugerah Diktisaintek 2025 atas Riset Migrasi Perawat

Ferry Efendi Raih Anugerah Diktisaintek 2025 atas Riset Migrasi Perawat

Guru besar Fakultas Keperawatan UNAIR yang meraih penghargaan Anugerah Diktisaintek 2025, Prof. Ferry Efendi, SKep., Ns., MSc., PhD. (foto: dokumen pribadi)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (UNAIR), Ferry Efendi meraih Terbaik II Anugerah Diktisaintek 2025 kategori Ilmuwan Muda Terbaik Bidang STEM. Penghargaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) itu diberikan atas kontribusinya dalam riset migrasi perawat Indonesia dan dampaknya terhadap kebijakan kesehatan.

Anugerah tersebut diserahkan pada Jumat (19/12/2025) lalu. Dewan juri menilai riset Ferry tidak hanya kuat secara akademik, tetapi juga relevan dalam menjawab kebutuhan global sekaligus memberi rujukan bagi perumusan kebijakan publik.

Pada media ini, Ferry menuturkan bahwa risetnya memfokuskan pada migrasi perawat Indonesia dalam konteks global, dengan pendekatan menyeluruh dari hulu ke hilir. “Kami melihat tiga fase utama: pra-migrasi, masa kerja di negara penempatan, dan pasca-migrasi saat perawat kembali ke Indonesia,” ujarnya di Surabaya, Senin (22/12/2025).

Penelitian tersebut menelaah tata kelola, pemanfaatan, serta perlindungan perawat migran Indonesia. Sejauh ini, 24 publikasi ilmiah yang dihasilkan telah dirujuk berbagai lembaga internasional, antara lain Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sehingga berkontribusi dalam inform policy di bidang kesehatan.

Nilai Unggul dan Dampak

Keunggulan riset Ferry terletak pada kedalaman analisis faktor keberhasilan perawat Indonesia di luar negeri, mulai dari kesiapan bahasa, mental, dan kompetensi sebelum keberangkatan, proses adaptasi serta sertifikasi di negara tujuan, hingga pemanfaatan keahlian saat kembali ke tanah air.

Konsep brain circulation dan brain gain menjadi pijakan untuk memastikan pengalaman global perawat dapat memperkuat sistem kesehatan nasional. “Tujuan akhirnya adalah bagaimana kompetensi perawat migran memberi nilai tambah bagi layanan kesehatan di Indonesia,” katanya.

Menurut Ferry, tantangan riset STEM adalah mengaitkan persoalan lokal dengan kebutuhan global. Data WHO menunjukkan dunia masih kekurangan sekitar 5,9 juta perawat, yang membuka peluang bagi Indonesia berkontribusi lebih besar dalam penyediaan tenaga keperawatan.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi internasional dan dukungan pendanaan. Saat ini, tim risetnya memperoleh pendanaan hingga miliaran rupiah dari Jerman untuk studi longitudinal lima tahun bersama mitra internasional. “Ekosistem riset di UNAIR cukup fasilitatif dan holistik untuk membangun kolaborasi global,” ujarnya.

Sebagai ilmuwan muda, Ferry mendorong peneliti muda agar adaptif, mandiri, dan berorientasi pada solusi. Ke depan, ia berharap riset yang dikembangkan terus terintegrasi dalam tridarma perguruan tinggi dan memperluas kontribusi perawat Indonesia di tingkat global.

“Impian kami sederhana, tetapi berdampak luas: perawat Indonesia merawat dunia,” ujar guru besar Fakultas Keperawatan UNAIR itu.(*)

Kontributor: Khefti PKIP

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular