Tuesday, December 23, 2025
spot_img
HomePolitikaFenomena Radikalisasi di Kalangan Kaum Tradisionalis Dinilai Mulai Mengkhawatirkan

Fenomena Radikalisasi di Kalangan Kaum Tradisionalis Dinilai Mulai Mengkhawatirkan

Ilustrasi.

BANDUNG, CAKRAWARTA.com – Fenomena munculnya ekspresi politik radikal di sebagian kecil kalangan kaum tradisionalis belakangan ini menjadi sorotan serius. Hal ini dinilai menyimpang dari akar spiritualitas dan warisan moderasi yang selama ini menjadi ciri khas tradisi Islam ala Nahdlatul Ulama (NU).

“Ekspresi radikal seperti menghujat penguasa, melecehkan ulama, hingga menyerukan bughat (pemberontakan) jelas bukan bagian dari khazanah politik kaum tradisionalis,” kata Ayik Heriansyah, Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat, dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).

Menurut Ayik, keterlibatan kaum tradisionalis dalam kehidupan berbangsa selama ini dilandasi oleh tanggung jawab keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Peran mereka lebih banyak terwujud dalam aktivitas sosial-keagamaan seperti membangun pesantren, madrasah, majelis taklim, hingga mengurus anak yatim dan lembaga filantropi.

“Tradisionalisme itu seperti garam dalam masakan, tidak terlihat tapi memberi rasa. Justru karena basisnya spiritualitas, maka politik bagi kaum tradisionalis adalah pengabdian, bukan agitasi,” ujarnya.

Namun, belakangan muncul fenomena yang disebutnya sebagai radikalisasi kaum tradisionalis, yakni infiltrasi narasi radikal ke tubuh umat tradisional. Hal ini diduga kuat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor: kekecewaan terhadap elit politik, provokasi dari kelompok radikal, kekosongan narasi politik dari internal tradisionalis, serta renggangnya hubungan antara ulama dan umat.

Ayik juga menyebut adanya pola sistematis dari kelompok radikal yang berusaha memutus kepercayaan jama’ah terhadap jam’iyah (organisasi keagamaan) dan kepercayaan umat terhadap ulama. “Mereka membongkar aib ulama, menuding mereka gila jabatan dan cinta dunia. Tujuannya jelas: merebut pengaruh di kalangan umat tradisional,” tegasnya.

Di sisi lain, ia mengkritik lambannya respons kaum tradisionalis dalam menyusun dan menyebarkan narasi tandingan berbasis nilai-nilai tradisi. Padahal, kelompok radikal dinilai sangat aktif memproduksi dan menyebarkan wacana, bahkan jika itu belum tentu benar.

“Mereka rajin menulis dan lebih rajin lagi membagikan tulisan sesamanya. Sementara kaum tradisionalis cenderung malu-malu menyebarkan gagasannya sendiri,” ucapnya.

Untuk menghambat proses radikalisasi ini, Ayik menyerukan agar para ulama dan struktur jam’iyah lebih aktif menyambangi umat. “Ulama harus hadir, memberi pencerahan atas isu-isu kontemporer dengan pendekatan khas tradisionalis. Jangan biarkan umat kebingungan dan akhirnya terseret arus radikal,” pungkasnya. (*)

Editor: Tommy dan Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular