JAKARTA – Pemerintah berencana untuk merevisi harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM). Kebijakan yang akan berlaku per Oktober 2016 ini akan menurunkan harga BBM jenis premium sebesar Rp 300/liter dan menaikkan jenis solar sebesar Rp 600/liter. Namun, rencana tersebut mendapatkan respon publik terutama terkait kenaikan harga solar.
Respon berupa penolakan itu datang dari Energy Watch Indonesia (EWI). Direktur Eksekutif EWI, Ferdinand Hutahaean menyatakan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga solar kurang tepat dilakukan untuk konteks saat ini dan sebaiknya ditunda hingga awal 2017.
“EWI melihat rencana kebijakan tersebut justru lebih besar negatifnya daripada positifnya. Rencana tersebut hanya akan menambah beban negatif bagi perekonomian dan bagi masyarakat secara umum serta kepada bisnis Pertamina yang tentu akan terganggu,” ujar Ferdinand Hutahean, Kamis (29/9/2016).
Pertamina memang adalah eksekutor dari kebijakan pemerintah dan harus tunduk pada pemerintah, tapi lanjut Ferdinand, beban tanggung jawab publik tetap berada di Pertamina yang akan menjadi sasaran tembak atas kebijakan ini.
Dalam kajian EWI, rencana penurunan harga premium yang diajukan Pemerintah itu secara matematis tidak akan terlalu berdampak kepada perekonomian dan ongkos produksi bagi kegiatan usaha.
“Tidak signifikan dampaknya. Namun penurunan tersebut justru akan membuat jarak disparitas harga antara Premium dan BBM jenis lainnya semakin tinggi dan kemungkinan akan membuat migrasi kembali dari konsumen Pertalite dan Pertamax ke Premium,” imbuhnya.
Karena itu, satu-satunya jalan bagi Pertamina untuk mengcounternya menurut Ferdinand Hutahaean adalah dengan menurunkan juga harga Pertalite dan Pertamax. “Masalahnya kan sama,” tegasnya.
Sementara itu, rencana kenaikan harga jenis solar justru akan sangat berdampak kepada kenaikan ongkos distribusi bahan pokok dan angkutan umum. Menurutnya, kondisi tersebut akan menambah beban pada industri dan perekonomian nasional yang malah tengah lesu. Bahkan rencana kebijakan tersebut dinilai Ferdinand sebagai bentuk inkonsistensi Pemerintah. Dalihnya, bahan baku dan formula ongkos premium dan solar sama tetapi keduanya justru tidak sama-sama turun.
“Jika premium turun, maka solar juga harus turun bukan malah naik. Mungkin pemerintah ingin menghapus subsidi Solar. Itu sah-sah saja tapi harus dilihat momentnya dulu. Kalau saat ini, menurut saya kira belum tepat,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihak EWI sendiri meminta kepada Pemerintah untuk melakukan kajian ulang sebelum memutuskan akan mengevaluasi harga jual BBM periode Oktober 2016.
“Janganlah rakyat ini diberikan beban baru di tengah tekanan ekonomi yang masih berat. Perlu kebijakan yang lebih bijak,” pungkasnya.
(bm/bti)