Saturday, June 14, 2025
spot_img
HomeSosokDiah Anggraerni Nurkhalisa: Dari Gagal Siswa Teladan, Menjadi Mahasiswa Berprestasi Unair 2025

Diah Anggraerni Nurkhalisa: Dari Gagal Siswa Teladan, Menjadi Mahasiswa Berprestasi Unair 2025

Diah Anggraeni Nurkhalisa, Mahasiswa Berprestasi Unair 2025. (foto: dokumen pribadi)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Pagi itu, aula Ternate di ASEEC Tower Universitas Airlangga dipenuhi suasana tegang sekaligus antusias. Di antara puluhan mahasiswa, dosen, dan juri yang hadir, sorot mata tajam milik seorang perempuan muda tampak menatap podium dengan keyakinan. Ia adalah Diah Anggraerni Nurkhalisa, mahasiswi Fakultas Hukum angkatan 2022, yang sebentar lagi akan dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi I Universitas Airlangga (Unair) tahun 2025.

Bagi sebagian orang, gelar itu mungkin hanya sekadar titel akademik. Tapi bagi Diah, gelar ini adalah hasil dari proses panjang, refleksi mendalam, dan kemenangan atas diri sendiri, atas rasa ragu, rasa tidak cukup hebat, dan rasa ingin menyerah yang berkali-kali datang menghampiri.

Dari Luka Masa Kecil ke Panggung Prestasi

Tak banyak yang tahu, motivasi terbesar Diah lahir dari pengalaman masa kecilnya. “Waktu SD aku pernah gagal jadi siswa teladan,” tuturnya dengan senyum mengembang namun mata yang menyiratkan perjalanan yang tidak mudah. Kegagalan itulah yang diam-diam tertanam dan menjadi bara semangat yang terus ia pelihara hingga kini.

Maka, ketika peluang untuk mengikuti Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) Unair 2025 terbuka, Diah tak ragu. Meskipun tahun sebelumnya ia hanya meraih peringkat ketiga di tingkat fakultas, pengalaman itu menjadi bekal strategis.

“Dulu aku ikut memang untuk memahami dulu prosesnya. Tahun ini baru aku gas penuh,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Langkahnya dimulai dari seleksi internal di Fakultas Hukum, di mana ia keluar sebagai juara pertama. Ia kemudian mengikuti School of Mawapres, pembinaan intensif selama empat minggu yang menjadi gerbang menuju seleksi universitas. Dari 32 besar, ia lolos menuju final setelah melewati verifikasi prestasi, presentasi gagasan dalam Bahasa Inggris, dan penyampaian pidato personal.

Green-Blue Economy: Gagasan Besar dari Mahasiswa Hukum

Dalam tahap final, Diah membawakan gagasan kreatif bertajuk “Pengembangan Mekanisme Green-Blue Economy”, sebuah konsep yang mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan hijau (green) dan biru (blue) ke dalam kerangka hukum dan kebijakan Indonesia.

Sebagai mahasiswi hukum, Diah menyadari pentingnya peran regulasi dalam mendukung transformasi ekonomi yang adil dan lestari.

“Gagasan ini muncul dari kegelisahan saya melihat eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali, dan minimnya peran hukum dalam mengatur keseimbangannya,” jelas Diah.

Gagasannya bukan hanya idealistis, tapi juga aplikatif. Ia menyusun model legal framework yang dapat diadopsi dalam kebijakan daerah pesisir dan agraris, dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Menang Melawan Insecure

Di balik performa intelektual yang matang, Diah mengakui bahwa tantangan terbesarnya bukan datang dari luar, melainkan dari dalam diri sendiri.

“Jujur, aku sempat merasa sangat insecure. Perwakilan dari fakultas lain tuh keren-keren banget. Aku sempat merasa nggak cukup,” katanya.

Namun alih-alih terbenam dalam rasa tidak percaya diri, Diah memilih untuk bergerak. Ia aktif berdiskusi dengan mentor, mengajukan diri untuk diuji coba presentasi, hingga mengumpulkan feedback dari teman-teman dekatnya.

“Aku belajar bahwa kepercayaan diri itu dibangun, bukan diwariskan,” tambahnya.

Refleksi dan Pesan untuk Generasi Muda

Kini, setelah dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Unair 2025, Diah sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi kompetisi di tingkat nasional. Namun ia tak lupa untuk berbagi pelajaran penting dari perjalanannya.

“Untuk jadi Mawapres, kita nggak harus ikut lomba terus-menerus. Yang penting itu manajemen waktu, kerja konsisten, dan evaluasi diri. Jangan juga bandingkan diri dengan orang lain tapi fokus aja sama progress diri sendiri,” pesannya.

Ia juga mengingatkan bahwa ajang seperti Pilmapres bukan semata soal menang atau kalah, tapi soal pembentukan karakter dan pencarian makna diri.

“Aku melihat Pilmapres sebagai ruang latihan untuk mendewasakan diri. Bukan tempat untuk unjuk gigi, tapi tempat untuk mengenali siapa kita dan potensi kita.” tegasnya.

Belajar dari Diah: Mawapres sebagai Cermin Diri

Kisah Diah Anggraerni Nurkhalisa adalah pengingat bahwa prestasi sejati lahir dari proses yang panjang, refleksi yang dalam, dan keberanian untuk mencoba kembali meskipun pernah gagal.

Ia adalah contoh nyata bahwa gagal bukan akhir dari cerita, melainkan awal dari kisah yang lebih besar. Bahwa setiap rasa tidak mampu, setiap keraguan, bisa ditaklukkan dengan kerja keras, dukungan yang tepat, dan keyakinan pada mimpi sendiri.

Diah tak hanya membawa pulang gelar, tapi juga inspirasi: bahwa menjadi berprestasi bukan soal seberapa tinggi kamu berdiri, tapi seberapa dalam kamu memahami dirimu, dan seberapa jauh kamu mau berjalan untuk memperbaiki dunia, sedikit demi sedikit, dari bidang yang kamu cintai.

Dan dari podium itu, Diah yang dulu gagal menjadi siswa teladan, kini berdiri bukan hanya sebagai mahasiswa terbaik Unair, tapi juga sebagai cermin bagi ribuan mahasiswa lain: bahwa siapa pun bisa bersinar, asal tahu kapan waktunya berjuang.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular