Thursday, September 18, 2025
spot_img
HomeSosial BudayaKemanusiaanDi Perbatasan, Tentara Itu Datang Menyelamatkan Mama Serafin

Di Perbatasan, Tentara Itu Datang Menyelamatkan Mama Serafin

Mama Serafin, warga Perbatasan RI-Timor Leste di Desa Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, Timor Tengah Utara saat dievakuasi ke Puskesmas Miomaffo Barat, Jumat (16/5/2025). (foto: Yonarhanud 15/DBY for Cakrawarta)

TTU, CAKRAWARTA.com – Matahari belum tinggi ketika suara langkah tergesa dan radio komunikasi terdengar di Pos Komando Satgas Yonarhanud 15/DBY. Di perbatasan barat Indonesia–Timor Leste itu, kabar tentang seorang ibu tua yang tiba-tiba roboh di rumahnya segera mengubah ritme pagi yang biasanya tenang menjadi darurat penuh harap.

Namanya Mama Serafin Bogie. Usianya 65 tahun. Ia tinggal di sudut sunyi Desa Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, Timor Tengah Utara (TTU)—wilayah perbatasan yang jauh dari kemewahan layanan kesehatan. Pagi itu, tubuhnya mendadak kejang, lalu kaku. Tangannya tak bisa digerakkan, mulutnya tak lagi mampu berbicara. Rasa sakit menyesak lambungnya.

“Dia seperti mau pergi,” bisik salah satu anaknya, berurai air mata.

Di tempat lain, Letnan Dua Ckm Setyo dan tiga anggota medis dari Klinik Mako Satgas tengah bersiap. Begitu laporan masuk, mereka tak menunggu lama. Tanpa menimbang medan berat, mereka menyusuri jalan tanah yang semalam diguyur hujan. Mereka tahu betul: dalam kondisi seperti ini, waktu bukan sekadar angka—ia bisa jadi penentu hidup atau mati.

“Kami tidak sempat berpikir banyak. Yang penting kami harus sampai secepatnya,” kenang Letda Setyo, Jumat (16/5/2025).

Tangan yang Tak Pernah Berjarak

Saat tiba di rumah Mama Serafin, suasana sudah diliputi kepanikan. Anak-anaknya menyambut mereka dengan mata basah, suara bergetar, dan tubuh menggigil. Namun para prajurit itu tidak membawa panik. Mereka datang membawa ketenangan.

Letda Setyo segera memeriksa tanda vital Mama Serafin. Tangan terlatihnya bekerja cepat namun lembut. Ia tahu bahwa dugaan stroke harus ditangani dengan cepat. Ia tahu waktu emas itu hanya beberapa jam.

“Waktu itu beliau tidak bisa bicara, tidak bisa mengangkat tangan. Tanda-tandanya mengarah ke stroke. Tapi yang juga kami lihat adalah rasa takut yang besar di wajah keluarga,” ujarnya.

Penanganan pertama dilakukan di tempat. Setelah kondisi sedikit stabil, Mama Serafin dibawa ke Puskesmas Miomaffo Barat. Di sana ia bisa mendapat perawatan lanjutan. Bila dibutuhkan, rujukan ke RSUD pun disiapkan.

“Kalau kami telat, mungkin hasilnya akan berbeda,” kata salah satu anggota tim dengan suara pelan.

Tentara, Tapi Juga Saudara

Di wilayah perbatasan, kehadiran tentara sering diasosiasikan dengan disiplin, keamanan, dan garis batas. Namun bagi warga seperti Mama Serafin dan keluarganya, tentara adalah sosok penyelamat, saudara, dan pelindung yang hadir tanpa pamrih.

“Banyak orang kira tentara cuma jaga senjata dan jaga patok batas. Tapi hari itu, mereka datang dengan tangan penuh kasih,” ujar warga setempat.

Bukan pertama kali Satgas Pamtas RI–RDTL Sektor Barat melakukan tindakan seperti ini. Sejak awal penugasan, Yonarhanud 15/DBY telah mengusung semangat kemanusiaan sebagai bagian dari tugasnya. Mereka rutin memberikan pelayanan kesehatan, edukasi, dan bantuan sosial di desa-desa terpencil perbatasan.

“Kami selalu berprinsip: di mana pun bertugas, keselamatan warga adalah prioritas. Apalagi dalam kondisi darurat,” ucap Letda Setyo.

Mama Serafin: Simbol dari Banyak Ibu di Perbatasan

Kini, Mama Serafin masih dalam proses pemulihan. Namun senyum tipisnya mulai kembali. Di matanya, para prajurit itu bukan hanya orang yang membantunya hidup—mereka adalah lambang kasih sayang negara yang nyata.

Peristiwa itu mungkin hanya satu dari sekian banyak kisah kecil yang terjadi di pelosok negeri. Tapi bagi mereka yang mengalaminya, kisah itu akan selalu hidup dalam ingatan. Bukan karena dramanya, tapi karena kehadiran manusia yang datang bukan karena diperintah, melainkan karena panggilan hati.

Dan di ujung negeri itu, Letda Setyo dan rekan-rekannya terus berjaga. Bukan hanya menjaga tanah, tetapi juga menjaga harapan, menjaga nyawa, dan menjaga arti kemanusiaan di tapal batas. (*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular