
SURABAYA – Baru-baru ini muncul kebijakan PPPK Part Time yang dibentuk oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Guspardi Gaus. Kebijakan tersebut akan diresmikan pada tanggal 28 November mendatang. Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat.
Pakar administrasi negara Falih Suaedi menyebutkan bahwa kebijakan tersebut cukup efektif untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer di Indonesia. Namun, perlu adanya kajian mendalam untuk realisasinya.
Falih Suaedi mengatakan bahwa kebijakan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) part time harus ada tinjauan lebih lanjut sebelum diresmikan pada 28 November 2023 mendatang.
Pendalaman tinjauan yakni pada proses pengrekrutan PPPK. Perlu adanya ketegasan dalam pengrekrutan pegawai agar tidak terjadi oknum-oknum nakal dan menghapus adanya tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Hal ini perlu tinjauan lebih dalam dan mempertegas atas kebijakan yang telah ditetapkan agar kebijakan yang telah dirancang berjalan dengan baik dan tepat pada sasaran” ujarnya pada media ini.

Kebijakan itu telah diterapkan pada negara maju, contohnya Australia. Australia merupakan salah satu negara yang telah menerapkan sistem pegawai dengan perjanjian kerja terlebih dahulu.
Falih Suaedi menyarankan, bahwa untuk memaksimalkan kebijakan tersebut perlu adanya pengklasteran. Pengklasteran itu berfungsi untuk memeratakan tingkatan pada pegawai.
“Sistem pengklasteran ini menggunakan pengombinasian kinerja atau kompetensi dari seorang pegawai, melihat seberapa lama ia mengabdi. Dengan ini, kebijakan yang telah dirancang oleh pemerintah akan tepat sasaran,” pungkas dosen FISIP Universitas Airlangga itu.
(mar/pkip/bti)