JAKARTA – Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sumatera Utara melakukan demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Agung RI, Jumat (16/10). Peserta demo memprotes sikap Kejati Sumut yang dinilai telah membantarkan proses hukum terhadap Boy Hermansyah tersangka kasus kredit fiktif BNI 46 Cabang Pemuda Medan.
Boy Hermansyah yang adalah CEO dari PT. Bahari Dwikencana yang ditangkap saat hendak terbang dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, pada 22 Januari 2015 lalu. Dirinya telah merugikan negara dalam kasus yang menderanya hingga mencapai angka Rp 129 Miliar.
“Namun sampai dengan hari ini, kasus Boy ini tidak jelas proses hukumnya. Malah diberikan status tahanan kota oleh Kejati Sumut dengan alasan sakit jantung. Padahal waktu menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang), Boy sehat dan bisa melakukan perjalanan keluar negeri dan 4 orang pejabat BNI Cab Pemuda sudah divonis oleh Majelis PN Medan. Ini ada apa?” ujar Lucky Nasution, pemimpin aksi dalam orasinya.
Massa aksi menuntut Kejaksaan Agung agar perkara yang mendera Boy ini segera disidangkan sehingga bisa tuntas secara hukum. Mereka juga meminta Kejati Sumut menindak tegas oknum-oknum yang sengaja membantarkan kasus dimana Boy sebagai otaknya.
“Kami juga meminta Kejaksaan Agung mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut yang telah membantarkan kasus Boy Hermansyah otak pelaku perkara pembobolan dana kredit fiktif di BNI 46 yang telah merugikan negara sebesar 129 Miliar,” pungkas Lucky dalam orasinya.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari permohonan kredit PT. Bahari Dwi Kencana Lestari kepada BNI Medan pada tahun 2009. Boy Hermansyah mengajukan pinjaman sebesar Rp 133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan sebesar Rp129 miliar. Namun dalam proses peminjamannya, Boy menggunakan agunan usaha yang telah diagunkannya ke bank lain. Penyidik Kejati Sumut menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara sebesar 129 miliar. Setelah diproses, aset milik Boy Hermansyah berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektare di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang diatasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.
(ln/bti)