
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai pukulan moral bagi agenda reformasi yang digelorakan sejak 1998. Hal itu disampaikan Direktur Jakarta Institut yang juga aktivis 98, Agung Nugroho, menanggapi kasus dugaan pemerasan terkait sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang menjerat Noel, sapaan Immanuel Ebenezer.
Agung menilai kasus tersebut bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi. “Reformasi lahir dari jalanan dengan janji memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ironisnya, sebagian anak kandung reformasi justru ikut terjebak dalam praktik rente yang dulu mereka lawan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Menurut Agung, praktik rente dalam sertifikasi K3 sangat memprihatinkan karena menyangkut keselamatan buruh. Jika dijadikan ajang pemerasan, artinya negara gagal melindungi pekerja. “Ini bukan sekadar korupsi, tapi persoalan nurani. Keselamatan nyawa buruh tidak boleh diperdagangkan,” tegasnya.
Lebih jauh, Agung mengingatkan bahwa kasus Noel menjadi alarm bagi pemerintahan baru. Ia menilai, bila praktik kompromi dan rente dibiarkan, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap demokrasi. “Reformasi berisiko kehilangan makna bila hanya tinggal jargon politik tanpa etika,” kata dia.
Agung mendorong pemerintah tidak berhenti pada penghukuman individu, tetapi memperbaiki sistem tata kelola, khususnya dalam layanan sertifikasi K3. Transparansi, digitalisasi layanan, audit independen, dan pengawasan publik harus diperkuat untuk mencegah praktik rente serupa.
“Reformasi akan kehilangan legitimasi bila moralitas terus dikhianati. Saat ini, yang ditagih sejarah adalah keberanian untuk menegakkan integritas, bukan sekadar retorika,” pungkas Agung. (*)
Editor: Abdel Rafi



