
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Ilmu psikologi tak selalu bermuara pada praktik klinis. Hal itu dibuktikan oleh Wahyu Eka Setiawan, yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif sekaligus Koordinator Riset Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur. Melalui perannya, ia aktif memperjuangkan isu-isu ekologis dan membangun kolaborasi strategis dengan berbagai lembaga nasional maupun internasional.
Sejak menempuh pendidikan tinggi jurusan psikologi di Universitas Airlangga, Wahyu telah tertarik dengan psikologi sosial. Kecenderungan itu membawanya semakin dekat dengan kerja-kerja advokasi masyarakat dan pada akhirnya mengantarkannya ke WALHI.
“Sejak menjadi mahasiswa baru, saya memang ingin mendalami psikologi sosial agar lebih dekat dengan masyarakat. Saya aktif mengikuti berbagai kajian, diskusi filsafat, penulisan, komunitas, hingga berkegiatan di dunia seni,” tuturnya, Rabu (19/11/2025).
Dalam tugasnya kini, Wahyu banyak terlibat dalam pembangunan jejaring lintas daerah dan negara demi memperkuat kampanye lingkungan. Hasil riset yang ia dan tim kembangkan menjadi pijakan advokasi sekaligus dasar pendidikan ekologis ke berbagai daerah.
“WALHI itu kekuatannya pendidikan. Kami menyelenggarakan sekolah lingkungan, sekolah ekologi, kelas pemuda, hingga membuka ruang relawan bagi masyarakat. Sasarannya luas, mulai mahasiswa hingga warga umum. Intinya, kami ingin semakin banyak orang berdaya dalam menjaga lingkungan,” jelasnya.
Namun, keterlibatannya dalam isu ekologis tidak lepas dari berbagai risiko. “Risiko keamanan itu nyata. Kami pernah mendapat ancaman dari pihak-pihak yang merasa terganggu oleh kerja kami. Selain itu, tekanan pekerjaan dan rasa jenuh juga jadi tantangan psikologis. Di sinilah ilmu psikologi sangat membantu, terutama untuk komunikasi dan pemetaan analisis sosial,” tambahnya.
Kepada generasi muda, Wahyu menitipkan pesan sederhana namun kuat yaitu mulai dari diri sendiri. Baginya, isu lingkungan bukan sesuatu yang jauh dari kehidupan sehari-hari. “Lingkungan adalah hidup kita. Salah satunya air. Jadi, jangan membuang sampah sembarangan, jangan mengambil air berlebihan, dan habiskan makanan kalian. Di sebutir nasi, ada literan air yang sudah dikeluarkan sejak proses menanam hingga mencuci piring,” pesannya.
Kiprah Wahyu menjadi bukti bahwa ilmuwan sosial dan sebagai ksatria Airlangga yang meskipun sudah purna studi dari kampus tercintanya, dapat berdiri di garda depan isu lingkungan. Dedikasi dan keberpihakannya menunjukkan bagaimana pengetahuan dapat diubah menjadi aksi nyata demi masa depan bumi dan masyarakat. (*)
Kontributor: PKIP
Editor: Abdel Rafi



