Thursday, November 13, 2025
spot_img
HomePendidikanDunia KampusWarga Manduro Kini Tak Takut ISPA, Karena Ada Sentuhan Ilmu dari UNAIR

Warga Manduro Kini Tak Takut ISPA, Karena Ada Sentuhan Ilmu dari UNAIR

Aliyah Siti Sundari dan Tim Pengmas Unair saat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pola hidup bersih khususnya untuk mencegah penyakit ISPA di Desa Manduro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Kamis (30/10/2025). (foto: Dwi Wahyu I.)

MOJOKERTO, CAKRAWARTA.com – Di pagi yang sejuk di lereng Mojokerto, suara riuh anak-anak Madrasah Ibtidaiyah Bahrul Ulum di Desa Manduro terdengar bercampur tawa. Mereka sedang berlomba mencuci tangan dengan sabun di ember-ember kecil yang disediakan di halaman sekolah. Tak ada yang mengira, kegiatan sederhana itu menjadi bagian dari upaya panjang Universitas Airlangga (UNAIR) untuk menanamkan kesadaran hidup bersih demi mencegah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Bagi warga Manduro, ISPA bukan sekadar istilah medis. Penyakit ini pernah menjadi momok yang sering membuat anak-anak batuk berhari-hari dan orang tua kehilangan tenaga untuk bekerja. Namun kini, perlahan, ketakutan itu mulai memudar. Semua berawal dari sebuah sentuhan ilmu yang datang dari kampus di Surabaya.

Sejak Juni 2025, tim dosen dan mahasiswa UNAIR melalui program pengabdian masyarakat (pengmas) turun langsung ke Desa Manduro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Mereka datang bukan membawa bantuan sesaat, melainkan pengetahuan yang bisa mengubah kebiasaan sehari-hari.

Pada tahap awal, tim memperkenalkan apa itu ISPA, bagaimana gejalanya, serta cara pencegahannya menggunakan bahan herbal lokal. Tak hanya sosialisasi, mereka juga membuka pemeriksaan kesehatan gratis bagi warga.

“Ternyata banyak warga yang baru paham kalau batuk yang tak sembuh-sembuh bisa jadi gejala ISPA. Setelah ikut kegiatan, mereka mulai rajin pakai masker dan lebih peduli kebersihan,” ujar Aliyah Siti Sundari, pengajar Program Studi Teknologi Laboratorium Medik sekaligus koordinator kegiatan pengmas dalam keterangannya pada media ini, Jumat (7/11/2025) memulai kisah program Pengmasnya di Manduro.

Tiga bulan berselang, lanjutnya, tim UNAIR kembali datang untuk melakukan evaluasi. Kali ini mereka memulai dari Puskesmas setempat. Data menunjukkan adanya penurunan kunjungan warga Manduro dengan keluhan ISPA. Meskipun belum sepenuhnya hilang, tren itu memberi tanda positif.

“Masih perlu pendampingan, tapi kami melihat perubahan perilaku warga. Mereka lebih disiplin menjaga kebersihan lingkungan dan mulai terbiasa menerapkan etika batuk,” ungkap salah satu tenaga kesehatan Puskesmas Ngoro saat berdiskusi dengan tim pengmas.

Sebagai bentuk keberlanjutan, tim UNAIR membagikan buku saku pengendalian ISPA dan poster edukatif yang dipasang di ruang publik desa. Pesan yang disampaikan sederhana namun kuat yaitu mencegah lebih baik daripada mengobati.

Bagi anak-anak, edukasi dilakukan secara interaktif di MI Bahrul Ulum. Alih-alih ceramah kaku, mereka diajak bermain sambil belajar mulai dari lomba mencuci tangan, tebak gambar organ pernapasan, hingga simulasi “batuk yang sopan”.

“Kalau batuk, tutup pakai siku, jangan disembur ke teman!” seru salah satu siswa kecil, menirukan instruksi mahasiswa UNAIR. Gelak tawa pun pecah di antara anak-anak yang antusias.

Pendekatan ini bukan tanpa alasan. “Kami ingin anak-anak belajar dengan gembira. Ketika mereka memahami dengan cara yang menyenangkan, pesan kesehatan akan lebih mudah tertanam,” tutur Aliyah.

Tim Pengmas UNAIR terkait pola hidup bersih dan sehat pada siswa-siswiMI Bahrul Ulum, Desa Manduro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Kamis (30/10/2025). (foto: Dwi Wahyu I.)

Program pengmas kali ini juga menyasar masyarakat umum. Warga yang sebelumnya mengikuti pelatihan pencegahan ISPA kini diminta menceritakan kembali pengalaman mereka. Dari hasil wawancara singkat, banyak yang mengaku lebih sadar pentingnya mencuci tangan, menjaga kebersihan rumah, serta memastikan ventilasi cukup di dalam ruangan.

“Sekarang kalau ada yang batuk, saya langsung ingatkan supaya pakai masker. Dulu saya cuek, sekarang enggak lagi,” kata salah satu warga yang ikut kegiatan sejak awal.

Selain edukasi, tim UNAIR juga melakukan pemeriksaan kesehatan dasar, meliputi pengukuran tekanan darah dan kadar hemoglobin (Hb). Tujuannya untuk mendeteksi faktor risiko yang bisa memperparah gejala ISPA. Kegiatan itu disambut antusias; puluhan warga datang sejak pagi membawa buku kesehatan dan senyum penuh rasa ingin tahu.

Setelah sesi pemeriksaan, kegiatan ditutup dengan pembagian paket sembako bagi warga. Namun, bagi Aliyah dan tim, yang paling berharga bukanlah acara seremonial itu, melainkan hubungan yang terbentuk antara kampus dan masyarakat.

“UNAIR tidak ingin hadir hanya sekali lalu pergi. Kami ingin menjadi bagian dari perubahan perilaku sehat di desa. Edukasi kesehatan itu harus berkelanjutan,” ujar Aliyah.

Ia menegaskan, pendekatan yang dilakukan UNAIR bukan semata transfer ilmu, melainkan pendidikan berbasis empati. Dengan memahami konteks sosial dan kebiasaan warga, edukasi menjadi lebih efektif dan berdaya ubah.

Kini, setelah beberapa bulan pendampingan, warga Manduro mulai percaya diri menghadapi musim pancaroba. Mereka lebih waspada terhadap gejala batuk dan pilek, tetapi tidak lagi dihantui rasa takut seperti dulu.

“Dulu banyak yang mengira ISPA itu penyakit biasa. Sekarang, warga lebih cepat bertindak, lebih peduli. Itu kemajuan besar,” kata salah seorang perangkat desa.

Bagi tim UNAIR, capaian ini menjadi bukti bahwa perubahan besar sering berawal dari langkah kecil. Dari satu desa di Mojokerto, mereka berharap semangat ilmu yang membumi ini bisa menyebar ke desa-desa lain di Jawa Timur.

“Pendidikan kesehatan bukan hanya tanggung jawab tenaga medis, tapi tanggung jawab sosial kita semua,” tutup Aliyah.

Di tengah tantangan penyakit menular yang terus mengintai, kisah Desa Manduro menunjukkan bahwa edukasi dan kolaborasi bisa menjadi benteng paling ampuh. Dengan sentuhan ilmu dari kampus, masyarakat belajar untuk menjaga diri, keluarga, dan lingkungannya. Dan, ketika anak-anak Manduro tertawa sambil belajar mencuci tangan, mereka tak sekadar bermain air. Mereka sedang mempraktikkan ilmu untuk menjaga napas kehidupan.(*)

Kontributor: Dwi Wahyu I.

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular